Blogger templates

Pages

Sabtu, 07 Mei 2016

LAPORAN KEGIATAN KUNJUNGAN KE PUSKESMAS KUTA I


LAPORAN KEGIATAN
KUNJUNGAN KE PUSKESMAS KUTA I


logo-stikes.jpg

OLEH :
KELOMPOK V
1.      I GEDE RELADI PUTRA                                                      (14E11281)
2.      NI L. PT. REVANA GIOVANI DE DIAN                             (14E11284)
3.      NI KADEK SANI PARWASIH                                               (14E11287)
4.      I GUSTI AGUNG AYU SINTIA PARAMITA                      (14E11289)
5.      NI KADEK SRI ARISTA DWI JAYANTI                            (14E11293)
6.      NI LUH SRI RAHAYU                                                             (14E11296)
7.      GST. AYU PT. SUCI ARIS PURWANTI                              (14E11299)
8.      NI MADE SUSIYANTINI                                                        (14E11302)
9.      NI MADE TIRTA ARTASWARI                                            (14E11305)



KELAS A
PRODI D III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI
APRIL 2016


KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

            Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Laporan ini dibuat berdasarkan informasi yang didapat dari berbagai sumber.
            Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Unuk itu penulismengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan serta penyusunan laporan kegiatan ini. Mudah-mudahan dengan sumbangsih yang penulis berikan dapat memberikan dan menambah pengetahuan di bidang kesehatan pariwisata.
            Mengingat banyaknya kelemahan yang penulis miliki, tentunya laporan ini memiliki banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun penyajian, untuk itu penulis akan sangat berterimakasih jika ada pendapat, kritik serta saran demi perbaikan penulis ini. Walaupun demikian, penulis berharap laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
           
Om Santih, Santih, Santih Om

                       
Denpasar, 29 April 2016



Penulis                        




DAFTAR ISI

                                                                                                                         Hal.
HALAMAN JUDUL ...................................................................................     i
KATA PENGANTAR .................................................................................     ii
DAFTAR ISI ................................................................................................    iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................     1
1.1. Latar Belakang............................................................................     1
1.2. Tujuan Kegiatan..........................................................................     2
1.3. Manfaat Kegiatan.......................................................................     2
BAB II ISI ...................................................................................................     3
2.1. Program Pengembangan Puskesmas 1 Kuta: Kesehatan
Pariwisata....................................................................................     3
2.1.1. Peran Puskesmas 1 Kuta dalam Kesehatan Pariwisata ....     3
2.1.2. Implementasi/Pelaksanaan Program Pengembangan
Kesehatan Pariwisata oleh Puskesmas 1 Kuta
(Poliklinik VCT, IMS dan Metadhon)..............................     7
2.1.3. Masalah atau Kendala-Kendala yang Dihadapi
Puskesmas 1 Kuta dalam Pelaksanaan Program
Pengembangan Kesehatan Pariwisata...............................    24
BAB III HASIL DAN HAMBATAN.........................................................    26
BAB IV KESIMPULAN..............................................................................    28
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................    29
LAMPIRAN..................................................................................................    30





BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Tidak dapat dipungkiri bahwa industri pariwisata berkembang dengan sangatpesat dan menjadi sumber devisa yang besar bagi Indonesia. Seiring denganperkembangan tersebut, perhatian terhadap aspek-aspek yang berkaitan denganpariwisata seperti infrastruktur, keamanan, kesehatan dan konservasi lingkungan jugaperlu ditingkatkan.
Sehubungan dengan program “Visit Indonesia Year 2008”, tepatlah saat iniuntuk membahas tentang kesehatan dalam pariwisata di Indonesia, gunameningkatkan kesadaran providers (pemberi layanan pariwisata maupun petugaskesehatan) dan masyarakat untuk memperbaiki mutu pelayanan dan upayapencegahan penyebaran peyakit, sehingga dapat meningkatkan kualitas pariwisataIndonesia. Selayaknyalah tempat tujuan wisata menjadi tempat yang menawarkanpengalaman menarik yang ditunjang oleh kualitas lingkungan yang sehat denganmenjauhkan semua faktor resiko kesehatan.
Bali merupakan salah satu pulau tujuan wisata yang terkenal di dunia. Jumlah kunjungan wisatawan ke Bali dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah kunjungan tersebut menuntut pemerintahan provinsi Bali untuk mendukung segala aspek yang berhubungan baik langsung ataupun tidak langsung dengan sektor pariwisata.
Salah satu aspek yang menjadi perhatian dalam mendukung pariwisata di Bali adalah aspek kesehatan, dimana program pemerintah provinsi Bali adalah menjalin kerjasama lintas sektoral antara sektor pariwisata dan sektor kesehatan dengan mengembangkan puskesmas wisata. Puskesmas wisata merupakan sebuah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab terhadap pembangunan kesehatan pariwisata di wilayah kerjanya. Salah satu Puskesmas wisata yang ada di Bali adalah Puskesmas Kuta I yang terletak di kecamatan Kuta, Kabupaten Badung.
Untuk itu Program Studi Diploma III Keperawatan STIKES Bali memprakarsai sebuah kunjungan lapangan yang menjadi salah satu angenda pembelajaran mahasiswa DIII Keperawatan STIKES Bali selain melakukan proses belajar mengajar dikelas. Berangkat dari trend isue tersebut diatas maka pada tanggal 29 April 2016 mahasiswa tingkat II semester IV kelas A program studi DIII Keperawatan melakukan kunjungan lapangan ke Puskesmas Kuta I untuk melihat dan mempelajari lebih banyak tentang kegiatan yang dilakukan di Puskesmas Kuta I.

1.2. TUJUAN KEGIATAN
Adapun tujuan diadakannya kegiatan ini yaitu untuk mengetahui  program pengembangan Puskesmas Kuta I Kesehatan dalam kesehatan pariwisata meliputi:
1)      Peran Puskesmas Kuta Idalam Kesehatan pariwisata
2)      Implementasi/pelaksanaan program pengembangan kesehatan pariwisata oleh Puskesmas Kuta I (poliklinik VCT, IMS dan metadhon)
3)      Masalah atau kendala-kendala yang dihadapi Puskesmas Kuta I dalam penatalaksanaan program pengembangan kesehatan pariwisata.

1.3.MANFAAT KEGIATAN
Melalui kegiatan kunjungan ke Puskesmas Kuta I, diharapkan mahasiswa Stikes Bali memperoleh pengalaman baru di bidang pelayanan kesehatan masyarakat, dengan demikian niscaya kualitas tenaga perawat Indonesia di masa yang akan datang dapat setara dengan kualitas perawat di negara-negara maju.




BAB II
ISI

2.1.     PROGRAM PENGEMBANGAN PUSKESMAS KUTA I: KESEHATAN PARIWISATA
2.1.1.      Peran Puskesmas Kuta I dalam Kesehatan Pariwisata
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Kepmenkes RI, 2014b). Puskesmas sebagai layanan kesehatan primer dalam sistem layanan kesehatan di Indonesia digolongkan dalam strata I. Sebagai provider pemberi layananan kesehatan primer dalam perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS, puskesmas memiliki tugas, fungsi, sumber daya manusia serta kompetensi yang disesuaikan dengan golongan strata satu.
Dalam rangka mendukung Visit Indonesia Year 2008, sektor kesehatan sangatpenting untuk diperhatikan. Perhatian yang diberikan harus tetap mempertimbangkan bidangmana di kesehatan atau instansi mana di sektor kesehatan yang patut diajak bekerjasamaagar sektor pariwisata terus berkembang dan maju didukung oleh meningkatnya sektorkesehatan di negara ini.
“Peran Puskesmas Wisata DalamMendukung Visit Indonesia Year 2008”, dengan beberapa alasan diantaranya :
1.      Dalam era reformasi, puskesmas berubah menjadi puskesmas era desentralisasi denganberbagai perubahan. Perubahan signifikannya adalah adanya basic six dan programkesehatan pengembangan, yang memungkinkan puskesmas untuk menyelenggarakanprogram kesehatan pengembangan sesuai dengan situasi, kondisi dan kultur setempat.Khususnya di Bali dan Indonesia pada umumnya bagi puskesmas yang berada di daerahpariwisata yang tinggi kunjungan wisatanya dapat mengembangkan puskesmas wisata,yang melayani wisatawan apabila wisatawan mengalami masalah kesehatan.
2.      Mencegah fatalnya kondisi kesehatan wisatawan yang disebabkan oleh kecelakaan ataupenyakit lainnya di tempat wisata, sehingga memerlukan penanganan awal di puskesmassebelum dirujuk ke pelayanan kesehatan lainnya apabila diperlukan.
3.      Meningkatkan tingkat kepuasan wisatawan selama berada di daerah wisata karenawisatawan mampu menikmati tempat wisata dengan keindahan alam atau lingkunganyang bersih, nyaman dan sehat. Ini terjadi karena sudah menjadi tugas puskesmas untuktetap menggerakkan masyarakat dalam pemberdayaan maupun partisipasi masyarakatuntuk menjaga dan meningkatkan kesehatan lingkungan. Mengingat 35,10 % wismanpunya kesan bahwa lingkungan Bali masih kotor (Pitana dan Gayatri, 2005).
4.      Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setempat, karena puskesmas mempunyaitugas untuk tetap melakukan promosi kesehatan demi terjadinya perubahanpengetahuan, sikap dan prilaku masyarakat yang mengarah ke PHBS.
5.      Bila PHBS terjadi di masyarakat, maka masyarakat tidak lagi menjadi sumber masalahkesehatan, termasuk munculnya penyakit-penyakit menular seperti diare, DHF, fluburung, HIV-AIDS, tuberculosis dan lain-lain. Akhirnya wisatawanpun merasa amanberkunjung ke daerah wisata termasuk melakukan wisata desa seperti misalnya desawisata yang ada di Bali (Desa Penglipuran, Jati Luih, Lovina dan TengananPegringsingan).
6.      Dengan meningkatnya PHBS di masyarakat, dengan sendirinya wisatawan juga terhindardari risiko tertular penyakit khsusnya penyakit menular yang menyerang penduduksetempat. Karena dalam berwisata akan selalu terjadi interaksi baik antara lingkungandengan manusia (wisatawan/masyarakat dengan lingkungan) maupun manusia denganmanusia (wisatawan dengan masyarakat setempat).
7.      Pada akhirnya puskesmas akan mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat diwilayah kerjanya, serta menjadi panutan bagi puskesmas lainnya dalam rangkamencapai Indonesia Sehat 2010.
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas Kuta I adalah untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal diwilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesiam Sehat.
UPT. Puskesmas Kuta I, memiliki fungsi untuk mendukung visi dan misi yang telah ditetapkan. UPT. Puskesmas Kuta I memiliki fungsi sebagai berikut.
1.      Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
2.       Pusat pemberdayaan masyarakat
3.      Pusat pelayanan kesehatan strata pertama, yaitu: pelayanan kesehatan dan masyarakat dalam bentuk pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
Untuk melaksanakan fungsi tersebut, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional, maka dilaksanakan 18 kegitan pokok puskesmas, pembinaan peran serta masyarakat, kerja sama dengan lintas sektoral, dan memberikan pelayanan rawat inap.
Tidak seperti puskesmas pada umumnya, puskesmas Kuta I memiliki keunikan tersendiri karena mengingat lokasinya yang terletak di jantung pariwisata Bali. Selain poliklinik yang melayani pasien dengan penyakit umum terjadi di masyarakat seperti poliklinik interna, poliklinik gigi, poliklinik THT dan lainnya, Puskesmas Kuta 1 memiliki 3 poliklinik yang tidak selalu ada di puskesmas lain di Bali yaitu poliklinik VCT, poliklinik IMS dan poliklinik methadone yang memiliki peran penting dalam menanggulangi penyakit-penyakit yang angka kejadiannya tinggi di daerah pariwisata yang memiliki karakteristik mobilitas penduduk tinggi, banyaknya penduduk pendatang dan mata pencaharian masyarakat sekitar terutama di bidang perdagangan dan jasa.
Ketiga poliklinik tersebut adalah sebagai penanganan tingkat dasar terhadap penyebaran penyakit khususnya penyakit menular seksual, diantaranya:
1.      Poliklinik VCT
Poliklinik VCT melayani pasien dengan keinginan sendiri melakukan test HIV dengan sebelumnya mendapatkan pre test konseling sampai dengan merujuk ke rumah sakit pusat apabila ditemukan hasil uji positif.
2.      Poliklinik IMS
Puskesmas Kuta I menyediakan poliklinik khusus untuk infeksi menular seksual (IMS) dengan keluhan penyakit seperti cervicitis, sifilis, GO dan urethritis. Pasien yang positif terdiagnosa penyakit tersebut selanjutnya akan disarankan untuk melakukan pemeriksaan di poliklinik VCT untuk early detection terhadap infeksi HIV.
Pelayanan kesehatan diberikan oleh dokter dan paramedis yang telah terlatih dalam bidang IMS. Dalam hal ini kepandaian seorang perawat dalam menjalin hubungan dan memperoleh kepercayaan dari seorang pasien sangat penting, sehingga dapat mendapatkan informasi terkait dengan masalah yang dialami pasien. Salah satu informasi awal yang penting untuk diketahui terkait dengan masalah infeksi menular seksual adalah tentang gaya hidup  atau kebiasaan pasien dalam berhubungan seks, seperti misalnya tentang partner seks. Partner seks yang dimaksud disini, apakah pasien berhubungan seks dengan sesama jenis (homoseksual/lesbian), berhubungan seks dengan lawan jenis (heteroseksual) atau berhubungan dengan lawan jenis dan sesama jenis (biseksual).
Poliklinik IMS Puskesmas Kuta I juga menyediakan fasilitas pengambilan sampel duh tubuh untuk kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium.

3.      Poliklinik methdone
Poliklinik metadhone diperuntukan kepada pasien ketergantungan narkoba suntik dengan penanganan program terapi rumatan metadon (PTRM) yaitu terapi pengganti morfin/heroin dengan methadone secara oral sehingga mengurangi dampak buruk akibat narkotika (terutama IDU) dimana pemakaian narkoba suntik yang tidak aman akan meningkatkan kemungkinan penyebaran virus penyakit menular seksual yaitu HIV. Selain PTRM poliklinik metadhone juga memiliki Needle Syringe Program dimana program ini adalah program pemberian jarum suntik steril dalam upaya pencegahan HIV/AIDS di kalangan pengguna narkoba suntik. Materi pencegahan di kemas dalam satu paket berisikan jarum suntik steril, alkohol swab, kondom dan brosur informasi. Puskesmas Kuta 1 juga melakukan program promosi kesehatan berkala yang bertujuan untuk meningkatakan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan diri, lingkungan dan wisatawan demi meningkatkan kualitas pariwisata yang ditawarkan.

2.1.2.      Implementasi/pelaksanaan program pengembangan Kesehatan Pariwisata oleh Puskesmas Kuta I (Poliklinik VCT, IMS dan Metadhon)
A.    Jumlah Kejadian/Kasus Penyakit
1.      Poliklinik VCT
a.       Kunjungan klien berdasarkan jenis kelamin

Januari
Februari
Maret
April
Laki – laki
11
4
23
4
Perempuan
12
67
25
41





b.      Jumlah klien yang diberi konseling lengkap dan menerima hasil berdasarkan factor resiko

WPS
PPS
Waria
IDU
LSI
Pasangan
resti
Pelanggan
PS
Lain-Lain
Jan
3
0
0
0
3
9
3
5
Feb
61
0
0
0
1
4
3
2
Mar
12
0
0
0
2
11
16
7
Apr
38
0
0
0
0
4
11
2

c.       Jumlah ibu hamil yang ditawarkan tes HIV

Januari
Februari
Maret
April
Testing
143
61
116
106
HIV (positif)
0
0
0
0

d.      Jumlah klien yang ditawarkan tes HIV  berdasarkan jenis kelamin

Januari
Februari
Maret
April
Laki – laki
5
3
2
5
Perempuan
147
65
118
111

e.       Jumlah kasus HIV positif

Januari
Februari
Maret
April
Laki – laki
1
1
1
1
Perempuan
0
0
1
3






2.      Poliklinik IMS
a.       Jumlah kunjungan pasien berdasarkan jenis kelamin di poliklinik IMS UPT Puskesmas Kuta I tahun 2016

Januari
Februari
Maret
Laki – laki
9
2
4
Perempuan
83
55
95

b.      Jumlah kasus IMS yang ditemukan berdasarkan jenis kelamin di poliklinik IMS UPT Puskesmas Kuta I tahun 2016

Januari
Februari
Maret
Laki – laki
6
1
2
Perempuan
2
9
20

c.       Jumlah pasien IMS yang diobati berdasarkan factor resiko di poliklinik IMS UPT Puskesmas Kuta I tahun 2016

WPS
PPS
Waria
IDU
LSI
Pasangan
resti
Klien
Lain
Lain
Jan
4
0
0
0
0
2
1
1
Feb
5
0
0
0
0
3
0
2
Mar
14
0
0
0
0
2
0
6
d.      Jumlah pasien yang di test syphilis di poliklinik IMS UPT Puskesmas Kuta I tahun 2016

Januari
Februari
Maret
Laki –laki
1
1
1
Perempuan
73
44
80






3.      Poliklinik Metadhon
a.       Jumlah kunjungan klien ke poliklinik metadhone berdasarkan jenis kelamin di tahun 2016

Januari
Februari
Maret
Laki – laki
22
22
21
Perempuan
3
4
4

b.      Capaian klien aktif ke poliklinik metadhone tahun 2016:
1)      Januari        : 25 orang
2)      Februari      : 26 orang
3)      Maret          : 25 orang

B.     Prinsip dan Mekanisme Penanganan Kasus (Rencana dan Implementasi)
1.      Pelayanan VCT dan TIPK Di UPT Puskesmas I Kuta
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 21 tahun 2013 disebutkan bahwa pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan melalui VCT dan TIPK (Tes Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan Konseling). Voluntary Counseling Test (VCT) adalah proses konseling pra testing, testing, dan konseling post testing secara sukarela yang bersifat confidential dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV. Konseling pra testing memberikan pengetahuan tentang HIV & manfaat testing, pengambilan keputusan untuk testing, dan perencanaan atas issue HIV yang akan dihadapi. Konseling post testing membantu seseorang untuk mengerti & menerima status (HIV+) dan merujuk pada layanan dukungan. Dapat dikatakan, Voluntary Counseling Test (VCT): Merupakan pintu masuk penting untuk pencegahan dan perawatan HIV yang merupakan sebuah dialog yang terjaga kerahasiaan antara konselor dan klien yang bertujuan untuk:
1.      Membantu orang mengetahui statusnya lebih dini, menekankan kepada aspek perubahan perilaku, peningkatan kemampuan menghadapi stress, ketrampilan pemecahan masalah.
2.      Menekankan pada issue HIV terkait seperti bagaimana hidup dengan HIV, Pencegahan HIV ke pasangan, dan issue-issue HIV yang berkelanjutan. Konseling pra tes dilakukan dengan tatap muka atau tidak tatap muka dan dapat dilaksanakan bersama pasangan ( couple counseling ) atau dalam kelompok ( group counseling ), sedangkan konseling pasca tes harus dilakukan dengan tenaga kesehatan atau konselor terlatih. VCT hanya dapat dilakukan bila pasien memberikan persetujuan secara tertulis.
TIPK adalah tes HIV dan konseling yang dilakukan kepada seseorang untuk kepentingan kesehatan dan pengobatan berdasarkaninisiatif dari pemberi pelayanan kesehatan. Adapun langkah langkah yang dapat dilakukan meliputi : pemberian informasi tentang HIV dan AIDS, pengambilan darah untuk tes, penyampaian hasil tes dan konseling. Tes HIV pada TIPK tidak dapat dilakukan bila pasien menolak secara tertulis. TIPK harus dianjurkan sebagai bagian dari standar pelayanan bagi :
1.      Setiap orang dewasa, remaja dan anak-anak yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan tanda, gejala, atau kondisi medis yang mengindikasikan atau patut diduga telah terjadi infeksi HIV terutama pasien dengan riwayat penyakit tuberculosis dan IMS
2.      Asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu bersalin
3.      Bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan infeksi HIV
4.      Anak-anak dengan pertumbuhan suboptimal atau malnutrisi di wilayah epidemi luas, atau anak dengan malnutrisi yang tidak ada respon yang baik dengan pengobatan nutrisi yang adekuat
5.      Laki-laki dewasa yang meminta sirkumsisi sebagai tindakan pencegahan HIV.
Salah satu tempat untuk mengetahui status HIV dapat dilakukan diKlinik VCT Rijasa UPT. Puskesmas Kuta I.Klinik ini didirikan pada tanggal 1 Desember 2008 yang bertujuan untuk membantu program penanggulangan HIV dan AIDS di wilayah Kuta khususnya dan kabupaten Badung umumnya. Kegiatan yang dilakukan di klinik VCT Rijasa meliputi pelayanan dalam gedung dan pelayanan luar gedung. Pelayanan dalam gedung mencakup pemeriksaan yang dilakukan ke pasien yang datang mandiri atau dengan rujukan dari petugas penjangkau/lapangan. Konseling HIV dilakukan oleh tujuh orang konselor terlatih. Dalam menegakkan diagnosis HIV, dilakukan pemeriksaan darah di pemeriksaan laboratorium UPT. Puskesmas Kuta I dengan menggunakan cara Rapid Test.Dan hasil pemeriksaan dapat ditunggu saat hari tersebut. Bila hasil pemeriksaan darah menunjukkan hasil HIV positif, maka pasien akan dirujuk ke rumah sakit atau klinik swasta untuk mendapatkan pengobatan selanjutnya. Disamping itu pasien juga akan dikenalkan dengan LSM gunamendapatkan dukungan psikososial.
Sedangkan pelayanan luar gedung dilakukan dalam bentuk kegiatan mobile klinik dengan menjangkau tempat resiko tinggi tertular HIV dan AIDS yang mana seseorang yang berriseko tertular HIV belum sempat datang ke layanan kerena terkendala dengan waktu.Tempat yang dikunjungi seperti Kafe, Bar, karaoke, Salon, Panti pijat, Lokalisasi, serta Bedeng proyek. Hasil pemeriksaan akan dibawakan ke tempat masing-masing sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan. Dalam kegiatan mobile klinik ini memerlukan kerjasama antara LSM, KPA dan dinas kesehatan.
2.      Poliklinik Infeksi Menular Seksual
Penatalaksanaan pasien IMS yang efektif, tidak terbatas hanya pada pengobatanantimikroba untuk memperoleh kesembuhan dan menurunkan tingkat penularannamun juga memberikan pelayanan paripurna yang dibutuhkan untuk mencapaiderajat kesehatan reproduksi yang baik.Komponen penatalaksanaan IMS meliputi:
-          Anamnesis tentang riwayat infeksi/ penyakit
-          Pemeriksaan fisik dan pengambilan spesimen/bahan pemeriksaan
-          Diagnosis yang tepat
-          Pengobatan yang efektif
-          Nasehat yang berkaitan dengan perilaku seksual
-          Penyediaan kondom dan anjuran pemakaiannya
-          Penatalaksanaan mitra seksual
-          Pencatatan dan pelaporan kasus
-          Tindak lanjut klinis secara tepat

a.      Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan oleh tenaga medis atau pun paramedis, bertujuan untuk:
1)      Menentukan faktor risiko pasien
2)      Membantu menegakkan diagnosis sebelum dilakukan pemeriksaan fisikmaupun pemeriksaan penunjang lainnya
3)      Membantu mengidentifikasi pasangan seksual pasien
Agar tujuan anamnesis tercapai, diperlukan keterampilan melakukan komunikasiverbal (cara kita berbicara dan mengajukan pertanyaan kepada pasien) maupunketrampilan komunikasi non verbal (keterampilan bahasa tubuh saat menghadapipasien).Sikap saat melakukan anamnesis pada pasien IMS perlu diperhatikan, yaitu:
1)      Sikap sopan dan menghargai pasien yang tengah dihadapi
2)      Menciptakan suasana yang menjamin privasi dan kerahasiaan, sehinggasebaiknya dilakukan dalam ruang tertutup dan tidak terganggu oleh aktivitas keluarmasukpetugas
3)      Dengan penuh perhatian mendengarkan dan menyimak perkataan pasien,jangan sambil menulis saat pasien berbicara dan jangan memutuskanpembicaraannya.
4)      Gunakan keterampilan verbal anda dengan memulai rangkaian anamnesismenggunakan pertanyaan terbuka, dan mengakhiri dengan pertanyaan tertutup.Pertanyaan terbuka memungkinkan pasien untuk memberikan jawaban lebihpanjang sehingga dapat memberikan gambaran lebih jelas, sedangkanpertanyaan tertutup adalah salah satu bentuk pertanyaan yang mengharapkanjawaban singkat, sering dengan perkataan “ya” atau “ tidak”, yang biasanyadigunakan untuk lebih memastikan hal yang dianggap belum jelas.
5)      Gunakan keterampilan verbal secara lebih mendalam, misalnya denganmemfasilitasi, mengarahkan, memeriksa, dan menyimpulkan, sambilmenunjukkan empati, meyakinkan dan kemitraan.
Informasi yang perlu ditanyakan kepada pasien:
1)      Keluhan utama
2)      Keluhan tambahan
3)      Riwayat perjalanan penyakit
4)      Siapa menjadi pasangan seksual tersangka (wanita/pria penjaja seks,teman, pacar, suami/isteri
5)      Kapan kontak seksual tersangka dilakukan
6)      Jenis kelamin pasangan seksual
7)      Cara melakukan hubungan seksual (genito-genital, orogenital, anogenital)
8)      Penggunaan kondom (tidak pernah, jarang, sering, selalu)
9)      Riwayat dan pemberi pengobatan sebelumnya (dokter/bukandokter/sendiri)
10)  Hubungan keluhan dengan keadaan lainnya-menjelang/sesudah haid;kelelahan fisik/psikis; penyakit: diabetes, tumor, keganasan, lain-lain);penggunaan obat: antibiotika, kortikosteroid, kontrasepsi); pemakaian alatkontrasepssi dalam rahim (AKDR); rangsangan seksual; kehamilan; kontakseksual
11)  Riwayat IMS sebelumnya dan pengobatannya
12)  Hari terakhir haid
13)  Nyeri perut bagian bawah
14)  Cara kontrasepsi yang digunakan dan mulai kapan
Untuk menggali faktor risiko perlu ditanyakan beberapa hal tersebut di bawah ini.Berdasarkan penelitian faktor risiko oleh WHO (World Health Organization) dibeberapa negara (di Indonesia masih belum diteliti), pasien akan dianggapberperilaku berisiko tinggi bila terdapat jawaban “ya” untuk satu atau lebihpertanyaan di bawah ini:
1)      Pasangan seksual > 1 dalam 1 bulan terakhir
2)      Berhubungan seksual dengan penjaja seks dalam 1 bulan terakhir
3)      Mengalami 1/ lebih episode IMS dalam 1 bulan terakhir.
4)      Perilaku pasangan seksual berisiko tinggi.

b.      Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terutama dilakukan pada daerah genitalia dan sekitarnya, yangdilakukan di ruang periksa dengan lampu yang cukup terang. Lampu sorot tambahandiperlukan untuk pemeriksaan pasien perempuan dengan spekulum. Dalam pelaksanaan sebaiknya pemeriksa didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain. Padapemeriksaan terhadap pasien perempuan, pemeriksa didampingi oleh paramedisperempuan, sedangkan pada pemeriksaan pasien laki-laki, dapat didampingi olehtenaga paramedis laki-laki atau perempuan. Beri penjelasan lebih dulu kepada pasienmengenai tindakan yang akan dilakukan:
1)      Pada saat melakukan pemeriksaan fisik genitalia dan sekitarnya, pemeriksa harusselalu menggunakan sarung tangan. Jangan lupa mencuci tangan sebelum dansesudah memeriksa.
2)      Pasien harus membuka pakaian dalamnya agar dapat dilakukan pemeriksaangenitalia (pada keadaan tertentu, kadang–kadang pasien harus membuka seluruhpakaiannya secara bertahap).
a)      Pada pasien perempuan
(1)   Pasien diperiksa dengan berbaring pada meja ginekologikdalam posisi litotomi.

Gambar 2.1. Posisi Litotomi

(2)    Pemeriksa duduk dengan nyaman ambil melakukan inspeksi danpalpasi mons pubis, labia, dan perineum
(3)   Periksa daerah genitalia luar dengan memisahkan ke dua labia,perhatikan adakah kemerahan, pembengkakan, luka/lecet, massa,atau duh tubuh.
b)      Pada pasien laki-laki
(1)   Pemeriksaan pasien laki-laki dapat dilakukan sambil duduk/ berdiri.
(2)   Perhatikan daerah penis, dari pangkal sampai ujung, serta daerahskrotum
(3)   Perhatikan adakah duh tubuh, pembengkakan, luka/lecet atau lesi
3)      Lakukan inspeksi dan palpasi pada daerah genitalia, perineum, anus dan sekitarnya.
4)      Jangan lupa memeriksa daerah inguinal untuk mengetahui pembesaran kelenjargetah bening setempat (regional)
5)      Bilamana tersedia fasilitas laboratorium, sekaligus dilakukan pengambilan bahanpemeriksaan.Pada pasien pria dengan gejala duh tubuh genitalia disarankan untuk tidakberkemih selama 1 jam (3 jam lebih baik), sebelum pemeriksaan.

c.       Pengambilan Spesimen
Pasien laki-laki dengan gejala duh tubuh uretra
1)      Beri penjelasan lebih dahulu agar pasien tidak perlu merasa takut saatpengambilan bahan duh tubuh gentalia dengan lidi kapas.
2)      Masukkan lidi kapas ke dalam orifisium uretra eksterna sampai kedalaman1-2 cm, putar swab dan tarik keluar perlahan-lahan
3)      Oleskan duh tubuh ke atas kaca obyek yang sudah disiapkan
4)      Bila tidak tampak duh tubuh uretra dapat dilakukan pengurutan (milking) olehpasien.
Pasien perempuan dengan duh tubuh vagina
Pasien perempuan dengan status sudah menikah, dilakukan pemeriksaan denganspekulum serta pengambilan spesimen
1)      Beri penjelasan lebih dulu mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan agarpasien tidak merasa takut
2)      Bersihkan terlebih dahulu dengan kain kasa yang telah dibasahi larutan NaCl
3)      Setiap pengambilan bahan harus menggunakan spekulum vagina steril (sesuaikanukuran spekulum, biasanya ukuran speculum sesuai dengan berat badan pasien dan riwayat kelahiran pervaginam), swab atau sengkelitsteril
4)      Masukkan daun spekulum steril dalam keadaan tertutup dengan posisitegak/vertikal ke dalam vagina, dan setelah seluruhnya masuk kemudian putarpelan-pelan sampai daun spekulum dalam posisi datar/horizontal. Bukaspekulum dan dengan bantuan lampu sorot vagina cari serviks. Kuncispekulum pada posisi itu sehingga serviks terfiksasi
5)      Setelah itu dapat dimulai pemeriksaan serviks, vagina dan pengambilanspesimen
a)      Dari serviks: bersihkan daerah endoserviks dengan kasa steril, kemudianambil spesimen duh tubuh serviks dengan swab steril untuk pembuatan sediaan hapus, dengan swab  yang laindibuat sediaan biakan,
b)      Dari forniks posterior: dengan swab steril untukpembuatan sediaan basah, dan lakukan tes amin
c)      Dari dinding vagina: dengan kapas lidiuntuk sediaanhapus
d)     Dari uretra: dengan sengkelit steril untuk sediaan hapus
6)      Cara melepaskan spekulum: kunci spekulum dilepaskan, sehingga spekulumdalam posisi tertutup, putar spekulum 90o sehingga daun spekulum dalam posisitegak, dan keluarkan spekulum perlahan-lahan.
Pada pasien perempuan berstatus belum menikah tidak dilakukan pemeriksaan denganspekulum, karena akan merusak selaput daranya sehingga bahan pemeriksaan hanyadiambil dengan sengkelit steril dari vagina dan uretra. Untuk pasien perempuan yangbelum menikah namun sudah aktif berhubungan seksual, diperlukan informed consentsebelum melakukan pemeriksaan dengan spekulum. Namun bila pasien menolakpemeriksaan dengan spekulum, pasien ditangani menggunakan bagan alur tanpaspekulum.
d.      Pemeriksaan Anaskopi
1)      Indikasi
Bila terdapat keluhan atau gejala pada anus dan rektum, pasien dianjurkan untukdiperiksa dengan anoskopi bila tersedia alat tersebut. Pemeriksaan ini sekaligus dapatmelihat keadaan mukosa rektum atau pengambilan spesimen untuk pemeriksaanlaboratorium bila tersedia fasilitas.
2)      Kontra indikasi
Anus imperforata merupakan kontra indikasi absolut untuk tindakan anoskopi, namunbila pasien mengeluh mengenai nyeri hebat pada rektum, may preclude awakeanoscopic examination in anxious patients in pain.
3)      Posisi pasien
Pasien berbaring dalam posisi Sim atau miring dengan lutut ditekuk serta pinggul45o. Posisi pasien di sebelah kiri pemeriksa.
Gambar 2.2. Posisi lateral decubitus atau posisi Sim.Pasien tidak perlu membuka seluruh baju sepertipada gambar, namun cukup membuka celananyasampai nampak daerah anus.
4)      Prosedur
a)      Sebelum melakukan pemeriksaan anoskopi, lakukan inspeksi daerah anus dansekitarnya, kemudian lakukan pemeriksaan rektum dengan jari tangan (digital rectalexamination)
b)      Bila menggunakan anoskopi dengan bagian obturator yang dapat dilepaskan,pastikan bahwa obturator telah terpasang dengan benar
c)      Beri pelumas sepanjang badan anoskop dengan pelumas standard atau lidokain
d)     Masukkan anoskop secara perlahan, dengan sedikit tekanan untuk melawantahanan akibat kontraksi otot sfingter anus eksterna. Terus dorong alat anoskopsampai mencapai anorektum.
e)      Bila obturator terdorong mundur saat insersi, lepaskan anoskop seluruhnya danganti obturator untuk mencegah mukosa anus terjepit bila obturator dimasukkanbelakangan.
f)       Dorong terus anoskop sampai batas luar anoskopi mengenai pinggiran anus.
g)      Kecuali alat anoskop dilengkapi dengan lampu, dapat digunakan sumberpenerangan dari luar, misalnya lampu senter atau lampu untuk pemeriksaan pelvis.
h)      Bila anoskop sudah masuk dengan sempurna, tarik obturator keluar.
i)        Sambil menarik anoskop perlahan-lahan, perhatikan saluran anus. Adakahperdarahan anus proksimal dari jangkauan anoskop. Hapus darah atau debrissehingga lapang pandang lebih baik, dan bila ditemukan duh tubuh dapatdilakukan biakan.
j)        Setelah seluruh lingkar mukosa anus diinspeksi, pelan-pelan tarik anoskop.Perhatikan sumber nyeri atau perdarahan di daerah distal, misalnya hemoroid,fisura rektum, ulkus, abses, atau robekan.
k)      Mendekati tahap akhir penarikan, hati-hati terhadao refleks spasme sfingkter anusyang dapat menyebabkan anoskop terlempar. Gunakan tekanan yang agak kuatuntuk mencegah anoskop melejit keluar.

3.      Program Terapi Rumatan Methadone
Program Terapi Rumatan Methadone (PTRM) adalah program yang bertujuan membantu pecandu narkotika khususnya opioid untuk berhenti menggunakan atau mengurangi dampak buruk dari penyalahgunaan opioid. Latar belakang didirikannya klinik methadone ini karena penyalahgunaan narkotika di Indonesia semakin hari semakin marak. Dengan maraknya penyalahgunaan narkotika tersebut maka dampak buruknya pun semakin meluas. Salah satu dampak buruk dari penyalahgunna narkotika khususnya narkotika suntik adalah penyebaran HIV/AIDS dikalangan pengguna maupun yang bukan pengguna seperti istri/suami/pasangan dan anak si pengguna. Seperti yang kita telah ketahui penyakit HIV/AIDS masih merupakan ancaman global dan belum ditemukan pengobatan yang memuaskan. Sehingga sangatlah penting untuk mencegah penularannya. Salah satu upaya untuk mencegah penularan HIV/AIDS terutama dari kalangan pengguna narkotika suntik (penasun) adalah dengan program harm reduction atau program pengurangan dampak buruk akibat penggunaan narkotika suntik. Terdapat beberapa cara penanggulangan dan salah satunya adalah terapi substitusi dengan pemberian metadon.
Terapi substitusi yang sering kita kenal dengan nama Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) ini adalah terapi yang bertujuan mengganti penggunaan zat seperti heroin atau morfin dengan metadon. Metadon adalah suatu zat yang secara kimiawi termasuk dalam golongan opioid sama halnya dengan heroin ataupun morfin. Metadon berfungsi menekan susunan saraf pusat dan mempunyai efek penghilang rasa sakit yang kuat. Walaupun segolongan dan bekerja dengan cara yang sama tetapi metadon memiliki beberapa perbedaan dengan morfin atau heroin dimana metadon mudah dicerna secara oral (diminum) berbeda dengan golongan opioid lain yang tidak memiliki sifat itu sehingga harus digunakan dengan cara disuntikkan untuk mendapatkan efek yang diinginkan. Sehingga dengan penggunaan metadon sebagai terapi pengganti jenis opioid suntik yang lain maka akan mengurangi penggunaan narkotika suntik dan pada akhirnya akan dapat menurunkan angka kejadian HIV/AIDS. Berbeda dengan heroin atau morfin klien yang beralih ke metadon dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan lebih stabil. Selain karena penggunaanya yang cukup diminum sekali sehari juga karena efek yang diharapkan dari penggunaan metadon bukanlah efek-efek seperti pada penggunaan heroin atau morfin. hal inilah yang menyebabkan klien metadon dapat lebih aktif dalam kehidupan sehari-hari sehingga memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Hal lain tentang terapi metadon adalah biaya terapi yang relatif murah bila dibandingkan dengan penggunaan narkotika suntik.
Terdapat beberapa tahapan dalam terapi rumatan metadon. Tahap awal adalah tahap penentuan apakah seseorang klien bisa atau tidak masuk dalam PTRM. Terdapat beberapa kriteria inklusi dan ekslusi diantaranya adalah:
a.       Kriteria inklusi
1)      Harus memenuhi kriteria ICD-X untuk ketergantungan opioid
2)      Usia 18 tahun atau lebih, jika belum 18 tahun harus mendapat second opinion dari profesional medis lain
3)      Mengalami ketergantungan opioid dalam jangka waktu 12 bulan terakhir
4)      Sudah pernah mencoba berhenti menggunakan opioid minimal satu kali
b.      Kriteria eksklusi
1)      Klien dengan penyakit fisik yang berat
2)      Psikosis yang jelas
3)      Retardasi mental
Tahap selanjutnya adalah pemberian konseling terutama konseling tentang adiksi dan membuat rencana perawatan. Tahap terapi rumatan metadon sendiri terbagi dalam 4 tahap yaitu tahap pemberian dosis awal, fase stabilisasi, fase rumatan dan fase reduksi. Pada fase pemberian dosis awal dimulai dengan dosis yang sangat rendah yaitu 15-30 mg perhari untuk kemudian pada fase stabilisasi dosis dinaikkan bertahap 5-10 mg setiap 3-5 hari. Pasien dikatakan mencapai dosis rumatan atau pemeliharan apabila dengan dosis hariannya pasien/klien telah merasa stabil baik secara emosional, pekerjaan dan kehidupan sosial. Rata-rata dosis rumatan bervariasi antara 60-120 mg per harinya tetapi sangat bervariasi pada masing-masing individu. Fase rumatan tersebut dapat berlangsung selama bertahun-tahun hingga klien merasa benar-benar stabil. Fase penghentian metadon atau fase reduksi juga dilakukan secara bertahap. Tahap penghentian dapat dimulai apabila klien telah dalam keadaan stabil, minimal 6 bulan dalam keadaan bebas heroin, dan pasien dalam keadaan stabil untuk bekerja dan dalam lingkungan rumah. Penurunan dosis maksimal sebanyak 10 % dan penurunan dosis yang direkomendasikan adalah setiap 2 minggu. Dalam menjalani terapi klien akan secara berkala dipantau kesehatannya dan diberikan konseling secara berkala pula. Dalam terapi rumatan metadon terkadang timbul beberapa efek samping seperti konstipasi (sembelit), mengantuk, berkeringat, mual, muntah, gangguan fungsi seksual, gatal dan juga jerawat. Metadon diberikan kepada klien dalam bentuk cair dan dalam pemberiannya dicampur dengan sirup hingga mencapai 100 cc untuk mengurangi rasa pahit. Setelah mengkonsumsi metadon klien akan diberikan permen untuk dikunyah tujuannya adalah untuk meningkatkan jumlah air liur dan sehingga mengurangi efek samping kerusakan pada gigi.
Program terapi rumatan metadon di Bali pertama kali diadakan di RSUP Sanglah. Lalu kemudian seiiring meningkatnya jumlah klien yang ingin menjalani terapi substitusi dengan metadom maka dibangunlah satelit-satelit pelayanan metadon. Salah satunya PTRM Puskesmas Kuta I. Program terapi rumatan metadon yang berdiri sejak 5 september 2006 ini hingga saat ini memiliki 28 orang klien yang secara rutin aktif memperoleh terapi substitusi metadon setiap harinya. Sedangkan klien yang teregistrasi dari awal berdiri sebanyak 369 orang. PTRM Kuta I dipilih karena mudahnya akses bagi para klien yang kebanyakan bekerja dan bermukim di daerah Kuta sehingga mereka tidak harus menempuh jarak yang jauh untuk mendapatkan metadon dan secara otomatis akan meningkatkan kepatuhan mereka dalam menjalani terapi metadon dan pada akhirnya akan berimbas pada membaiknya kualitas hidup mereka. Selain pemberian metadon, PTRM Puskesmas Kuta I juga menyediakan layanan konseling, VCT, pemeriksaan fisik, laboratorium, penyedian jarum suntik steril dan kondom. Mengingat begitu banyaknya keunggulan metadon dibandingkan penggunaan narkotika suntik lain seperti heroin dan morfin maka tidak salah jika terapi subtitusi ini merupakan pilihan dan begitu diminati. Suatu terapi substitusi yang aman, murah dan membuat penggunanya dapat hidup dengan lebih baik.
C.    Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut Penanganan Kasus
Di Puskesmas Kuta I menangani setiap pasien yang mengalami masalah dengan cara selalu mengingatkan pasien untuk rajin control agar para staf bisa memantau mereka secara menyeluruh hingga mereka sembuh secara total. Sedangkan untuk pasien yang memerlukan penganganan lebih lanjut pasien biasanya dirujuk ke RSUD Badung.

2.1.3.      Masalah atau Kendala-Kendala yang Dihadapi Puskesmas Kuta I dalam Penatalaksanaan Program Pengembangan Kesehatan Pariwisata
dr. Yani  mengungkapkan secara umum kendala yang dihadapi Puskesmas Kuta I dalam penatalaksanaan program pengembangan kesehatan pariwisata adalah terbatasnya tenaga kerja (sumber daya manusia) dan berikut ini adalah kendala yang dialami pada poliklinik VCT, IMS serta metadhone di Puskesmas Kuta I.
1.      Poliklinik VCT
a.       Keterjangkauan obat
b.      Tidak teraturnya minum obat dari pihak pasien
c.       Pasien yang mengalami alergi terhadap beberapa jenis obat


2.      Poliklinik Methadone
a.       Keterjangkauan  jarak
b.      Tidak adanya wali untuk mengurus klien
c.       Klien tersandung kasus sehingga membuat pengobatan terhenti sementara
d.      Hilangnya obat
e.       Biaya pengobatan
f.       Masih menggunakan obat-obatan yang lain
g.      Susah memberikan pengertian tentang pemberian dosis
3.      Poliklinik IMS
a.       Pasien tidak mau terbuka tentang masalah atau penyakit yang dialaminya
b.      Pasien tidak mau jujur
c.       Tenaga kesehatan terbatas
d.      Pasien tidak siap dalam Pemeriksaan atau pengobatan
e.       Pasien menghentikan pengobatan karena menganggap dirinya sudah sembuh















BAB III
HASIL DAN HAMBATAN

3.1. Hasil
Puskesmas Kuta 1 sebagai salah satu puskesmas wisata yang ada di Bali yang terletak di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung merupakan sebuah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab terhadap pembangunan kesehatan pariwisata di wilayah kerjanya.
Melaluikegiatan kunjungan ini penulis memperoleh pengalaman baru di bidang pelayanan kesehatan masyarakat khususnya dalam hal ini terkait dengan peran tenaga kesehatan dalam mendukung kesehatan pariwisata serta dapat melihat dan mempelajari lebih banyak tentang kegiatan yang dilakukan di Puskesmas Kuta 1. Berbeda dengan puskesmas pada umumnya, Puskesmas Kuta 1 memiliki beberapa pelayanan, diantaranya:
1.      Loket dan Ruang tunggu pasien
2.      Poliklinik IMS
3.      Unit Gawat Darurat UGD
4.      Poliklinik umum
5.      Poliklinik KIA
6.      Poliklinik KB
7.      Poliklinik VCT
8.      Program Terapi Rumatan Methadone
9.      Laboratorium
Diantara sekian pelayanan yang tersedia, tiga poliklinik yang tidak selalu ada di puskesmas lain di Bali yaitu poliklinik VCT, poliklinik IMS dan poliklinik methadone yang memiliki peran penting dalam menanggulangi penyakit-penyakit yang angka kejadiannya tinggi di daerah pariwisata yang memiliki karakteristik mobilitas penduduk tinggi, banyaknya penduduk pendatang dan mata pencaharian masyarakat sekitar terutama di bidang perdagangan dan jasa.Ketiga poliklinik tersebut adalah sebagai penanganan tingkat dasar terhadap penyebaran penyakit khususnya penyakit menular seksual.
Selain program dan pelayanan yang berada di dalam ruangan, Puskesmas Kuta I juga memiliki pelayanan luar gedung yang dilakukan dalam bentuk kegiatan mobile klinik dengan menjangkau tempat resiko tinggi tertular HIV dan AIDS yang mana seseorang yang berriseko tertular HIV belum sempat datang ke layanan kerena terkendala dengan waktu.Tempat yang dikunjungi seperti Kafe, Bar, karaoke, Salon, Panti pijat, Lokalisasi, serta Bedeng proyek. Hasil pemeriksaan akan dibawakan ke tempat masing-masing sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan. Dalam kegiatan mobile klinik ini memerlukan kerjasama antara LSM, KPA dan dinas kesehatan.
3.2. Hambatan
Adapun hambatan yang penulis alamai baik dalam proses kegiatan kunjungan ataupun proses penyusunan laporan kegiatan, diantaranya:
1.      Keterbatasan waktu dalam penyampaian materi oleh narasumber serta proses diskusi, sehingga penulis/mahasiswa belum sepenuhnya mengerti tentang materi yang disampaikan sehingga laporan yang penulis buat tidak maksimal dan terperinci.
2.      Keterlambatan staf datang ke puskesmas membuat penulis/mahasiswa menunggu dan membuang waktu untuk mengumpulkan data.
3.      Kurangnya koordinasi antara pihak kampus dengan puskesmas terkait dengan kegiatan kunjungan dan acara di puskesmas tersebut. Hal ini mengakibatkan, kegiatan yang sebelumnya telah direncanakan seperti penjajakan ke poliklinik yang ada di Puskesmas Kuta I harus dibatalkan karena adanya kesibukan/kegiatan lain yang harus dijalankan oleh pihak puskesmas, sehingga penulis/mahasiswa hanya mendengarkan penyampaian materi di ruang pertemuan saja.



BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kunjungan dan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa di Puskesmas Kuta I tersediatiga poliklinik yang tidak selalu ada di puskesmas lain di Bali yaitu poliklinik VCT, poliklinik IMS dan poliklinik methadone yang memiliki peran penting dalam menanggulangi penyakit-penyakit yang angka kejadiannya tinggi di daerah pariwisata yang memiliki karakteristik mobilitas penduduk tinggi, banyaknya penduduk pendatang dan mata pencaharian masyarakat sekitar terutama di bidang perdagangan dan jasa.
Ketiga poliklinik tersebut adalah sebagai penanganan tingkat dasar terhadap penyebaran penyakit khususnya penyakit menular seksual.Poliklinik VCT merupakan klinik yang khusus menangani dan memberi konseling pada para penderita HIV AIDS. Poliklinik IMS merupakan poklinik yang khusus menangani dan memberi konseling pada para penderita penyakit menular seksual. Sedangkan poliklinik methadone merupakan poliklinik yang khusus menangani dan memberi konseling pada para penderita yang pecandu narkotika jenis heroin.















DAFTAR PUSTAKA




















LAMPIRAN

Lampiran 01
Profil  Puskesmas Kuta I




















Lampiran 02
Pemaparan materi

Pemaparan materi oleh dr. Yani


Pemaparan materi oleh petugas poliklinik IMS



Lampiran 03
Gambaran Kunjungan Klien di Puskesmas Kuta I



Lampiran 04
Langkah-langkah pemasangan speculum vagina

Oval: 1Oval: 2           

Oval: 3Oval: 4            

Oval: 5




Lampiran 05
Pemeriksaan anaskopi

Gambar alat pemeriksaan anaskopi

Langkah-langkah pemeriksaan anaskopi
Oval: 1
Oval: 2
Oval: 3





BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Tidak dapat dipungkiri bahwa industri pariwisata berkembang dengan sangatpesat dan menjadi sumber devisa yang besar bagi Indonesia. Seiring denganperkembangan tersebut, perhatian terhadap aspek-aspek yang berkaitan denganpariwisata seperti infrastruktur, keamanan, kesehatan dan konservasi lingkungan jugaperlu ditingkatkan.
Sehubungan dengan program “Visit Indonesia Year 2008”, tepatlah saat iniuntuk membahas tentang kesehatan dalam pariwisata di Indonesia, gunameningkatkan kesadaran providers (pemberi layanan pariwisata maupun petugaskesehatan) dan masyarakat untuk memperbaiki mutu pelayanan dan upayapencegahan penyebaran peyakit, sehingga dapat meningkatkan kualitas pariwisataIndonesia. Selayaknyalah tempat tujuan wisata menjadi tempat yang menawarkanpengalaman menarik yang ditunjang oleh kualitas lingkungan yang sehat denganmenjauhkan semua faktor resiko kesehatan.
Bali merupakan salah satu pulau tujuan wisata yang terkenal di dunia. Jumlah kunjungan wisatawan ke Bali dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah kunjungan tersebut menuntut pemerintahan provinsi Bali untuk mendukung segala aspek yang berhubungan baik langsung ataupun tidak langsung dengan sektor pariwisata.
Salah satu aspek yang menjadi perhatian dalam mendukung pariwisata di Bali adalah aspek kesehatan, dimana program pemerintah provinsi Bali adalah menjalin kerjasama lintas sektoral antara sektor pariwisata dan sektor kesehatan dengan mengembangkan puskesmas wisata. Puskesmas wisata merupakan sebuah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab terhadap pembangunan kesehatan pariwisata di wilayah kerjanya. Salah satu Puskesmas wisata yang ada di Bali adalah Puskesmas Kuta I yang terletak di kecamatan Kuta, Kabupaten Badung.
Untuk itu Program Studi Diploma III Keperawatan STIKES Bali memprakarsai sebuah kunjungan lapangan yang menjadi salah satu angenda pembelajaran mahasiswa DIII Keperawatan STIKES Bali selain melakukan proses belajar mengajar dikelas. Berangkat dari trend isue tersebut diatas maka pada tanggal 29 April 2016 mahasiswa tingkat II semester IV kelas A program studi DIII Keperawatan melakukan kunjungan lapangan ke Puskesmas Kuta I untuk melihat dan mempelajari lebih banyak tentang kegiatan yang dilakukan di Puskesmas Kuta I.

1.2. TUJUAN KEGIATAN
Adapun tujuan diadakannya kegiatan ini yaitu untuk mengetahui  program pengembangan Puskesmas Kuta I Kesehatan dalam kesehatan pariwisata meliputi:
1)      Peran Puskesmas Kuta Idalam Kesehatan pariwisata
2)      Implementasi/pelaksanaan program pengembangan kesehatan pariwisata oleh Puskesmas Kuta I (poliklinik VCT, IMS dan metadhon)
3)      Masalah atau kendala-kendala yang dihadapi Puskesmas Kuta I dalam penatalaksanaan program pengembangan kesehatan pariwisata.

1.3.MANFAAT KEGIATAN
Melalui kegiatan kunjungan ke Puskesmas Kuta I, diharapkan mahasiswa Stikes Bali memperoleh pengalaman baru di bidang pelayanan kesehatan masyarakat, dengan demikian niscaya kualitas tenaga perawat Indonesia di masa yang akan datang dapat setara dengan kualitas perawat di negara-negara maju.




BAB II
ISI

2.1.     PROGRAM PENGEMBANGAN PUSKESMAS KUTA I: KESEHATAN PARIWISATA
2.1.1.      Peran Puskesmas Kuta I dalam Kesehatan Pariwisata
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Kepmenkes RI, 2014b). Puskesmas sebagai layanan kesehatan primer dalam sistem layanan kesehatan di Indonesia digolongkan dalam strata I. Sebagai provider pemberi layananan kesehatan primer dalam perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS, puskesmas memiliki tugas, fungsi, sumber daya manusia serta kompetensi yang disesuaikan dengan golongan strata satu.
Dalam rangka mendukung Visit Indonesia Year 2008, sektor kesehatan sangatpenting untuk diperhatikan. Perhatian yang diberikan harus tetap mempertimbangkan bidangmana di kesehatan atau instansi mana di sektor kesehatan yang patut diajak bekerjasamaagar sektor pariwisata terus berkembang dan maju didukung oleh meningkatnya sektorkesehatan di negara ini.
“Peran Puskesmas Wisata DalamMendukung Visit Indonesia Year 2008”, dengan beberapa alasan diantaranya :
1.      Dalam era reformasi, puskesmas berubah menjadi puskesmas era desentralisasi denganberbagai perubahan. Perubahan signifikannya adalah adanya basic six dan programkesehatan pengembangan, yang memungkinkan puskesmas untuk menyelenggarakanprogram kesehatan pengembangan sesuai dengan situasi, kondisi dan kultur setempat.Khususnya di Bali dan Indonesia pada umumnya bagi puskesmas yang berada di daerahpariwisata yang tinggi kunjungan wisatanya dapat mengembangkan puskesmas wisata,yang melayani wisatawan apabila wisatawan mengalami masalah kesehatan.
2.      Mencegah fatalnya kondisi kesehatan wisatawan yang disebabkan oleh kecelakaan ataupenyakit lainnya di tempat wisata, sehingga memerlukan penanganan awal di puskesmassebelum dirujuk ke pelayanan kesehatan lainnya apabila diperlukan.
3.      Meningkatkan tingkat kepuasan wisatawan selama berada di daerah wisata karenawisatawan mampu menikmati tempat wisata dengan keindahan alam atau lingkunganyang bersih, nyaman dan sehat. Ini terjadi karena sudah menjadi tugas puskesmas untuktetap menggerakkan masyarakat dalam pemberdayaan maupun partisipasi masyarakatuntuk menjaga dan meningkatkan kesehatan lingkungan. Mengingat 35,10 % wismanpunya kesan bahwa lingkungan Bali masih kotor (Pitana dan Gayatri, 2005).
4.      Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setempat, karena puskesmas mempunyaitugas untuk tetap melakukan promosi kesehatan demi terjadinya perubahanpengetahuan, sikap dan prilaku masyarakat yang mengarah ke PHBS.
5.      Bila PHBS terjadi di masyarakat, maka masyarakat tidak lagi menjadi sumber masalahkesehatan, termasuk munculnya penyakit-penyakit menular seperti diare, DHF, fluburung, HIV-AIDS, tuberculosis dan lain-lain. Akhirnya wisatawanpun merasa amanberkunjung ke daerah wisata termasuk melakukan wisata desa seperti misalnya desawisata yang ada di Bali (Desa Penglipuran, Jati Luih, Lovina dan TengananPegringsingan).
6.      Dengan meningkatnya PHBS di masyarakat, dengan sendirinya wisatawan juga terhindardari risiko tertular penyakit khsusnya penyakit menular yang menyerang penduduksetempat. Karena dalam berwisata akan selalu terjadi interaksi baik antara lingkungandengan manusia (wisatawan/masyarakat dengan lingkungan) maupun manusia denganmanusia (wisatawan dengan masyarakat setempat).
7.      Pada akhirnya puskesmas akan mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat diwilayah kerjanya, serta menjadi panutan bagi puskesmas lainnya dalam rangkamencapai Indonesia Sehat 2010.
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas Kuta I adalah untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal diwilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesiam Sehat.
UPT. Puskesmas Kuta I, memiliki fungsi untuk mendukung visi dan misi yang telah ditetapkan. UPT. Puskesmas Kuta I memiliki fungsi sebagai berikut.
1.      Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
2.       Pusat pemberdayaan masyarakat
3.      Pusat pelayanan kesehatan strata pertama, yaitu: pelayanan kesehatan dan masyarakat dalam bentuk pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
Untuk melaksanakan fungsi tersebut, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional, maka dilaksanakan 18 kegitan pokok puskesmas, pembinaan peran serta masyarakat, kerja sama dengan lintas sektoral, dan memberikan pelayanan rawat inap.
Tidak seperti puskesmas pada umumnya, puskesmas Kuta I memiliki keunikan tersendiri karena mengingat lokasinya yang terletak di jantung pariwisata Bali. Selain poliklinik yang melayani pasien dengan penyakit umum terjadi di masyarakat seperti poliklinik interna, poliklinik gigi, poliklinik THT dan lainnya, Puskesmas Kuta 1 memiliki 3 poliklinik yang tidak selalu ada di puskesmas lain di Bali yaitu poliklinik VCT, poliklinik IMS dan poliklinik methadone yang memiliki peran penting dalam menanggulangi penyakit-penyakit yang angka kejadiannya tinggi di daerah pariwisata yang memiliki karakteristik mobilitas penduduk tinggi, banyaknya penduduk pendatang dan mata pencaharian masyarakat sekitar terutama di bidang perdagangan dan jasa.
Ketiga poliklinik tersebut adalah sebagai penanganan tingkat dasar terhadap penyebaran penyakit khususnya penyakit menular seksual, diantaranya:
1.      Poliklinik VCT
Poliklinik VCT melayani pasien dengan keinginan sendiri melakukan test HIV dengan sebelumnya mendapatkan pre test konseling sampai dengan merujuk ke rumah sakit pusat apabila ditemukan hasil uji positif.
2.      Poliklinik IMS
Puskesmas Kuta I menyediakan poliklinik khusus untuk infeksi menular seksual (IMS) dengan keluhan penyakit seperti cervicitis, sifilis, GO dan urethritis. Pasien yang positif terdiagnosa penyakit tersebut selanjutnya akan disarankan untuk melakukan pemeriksaan di poliklinik VCT untuk early detection terhadap infeksi HIV.
Pelayanan kesehatan diberikan oleh dokter dan paramedis yang telah terlatih dalam bidang IMS. Dalam hal ini kepandaian seorang perawat dalam menjalin hubungan dan memperoleh kepercayaan dari seorang pasien sangat penting, sehingga dapat mendapatkan informasi terkait dengan masalah yang dialami pasien. Salah satu informasi awal yang penting untuk diketahui terkait dengan masalah infeksi menular seksual adalah tentang gaya hidup  atau kebiasaan pasien dalam berhubungan seks, seperti misalnya tentang partner seks. Partner seks yang dimaksud disini, apakah pasien berhubungan seks dengan sesama jenis (homoseksual/lesbian), berhubungan seks dengan lawan jenis (heteroseksual) atau berhubungan dengan lawan jenis dan sesama jenis (biseksual).
Poliklinik IMS Puskesmas Kuta I juga menyediakan fasilitas pengambilan sampel duh tubuh untuk kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium.

3.      Poliklinik methdone
Poliklinik metadhone diperuntukan kepada pasien ketergantungan narkoba suntik dengan penanganan program terapi rumatan metadon (PTRM) yaitu terapi pengganti morfin/heroin dengan methadone secara oral sehingga mengurangi dampak buruk akibat narkotika (terutama IDU) dimana pemakaian narkoba suntik yang tidak aman akan meningkatkan kemungkinan penyebaran virus penyakit menular seksual yaitu HIV. Selain PTRM poliklinik metadhone juga memiliki Needle Syringe Program dimana program ini adalah program pemberian jarum suntik steril dalam upaya pencegahan HIV/AIDS di kalangan pengguna narkoba suntik. Materi pencegahan di kemas dalam satu paket berisikan jarum suntik steril, alkohol swab, kondom dan brosur informasi. Puskesmas Kuta 1 juga melakukan program promosi kesehatan berkala yang bertujuan untuk meningkatakan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan diri, lingkungan dan wisatawan demi meningkatkan kualitas pariwisata yang ditawarkan.

2.1.2.      Implementasi/pelaksanaan program pengembangan Kesehatan Pariwisata oleh Puskesmas Kuta I (Poliklinik VCT, IMS dan Metadhon)
A.    Jumlah Kejadian/Kasus Penyakit
1.      Poliklinik VCT
a.       Kunjungan klien berdasarkan jenis kelamin

Januari
Februari
Maret
April
Laki – laki
11
4
23
4
Perempuan
12
67
25
41





b.      Jumlah klien yang diberi konseling lengkap dan menerima hasil berdasarkan factor resiko

WPS
PPS
Waria
IDU
LSI
Pasangan
resti
Pelanggan
PS
Lain-Lain
Jan
3
0
0
0
3
9
3
5
Feb
61
0
0
0
1
4
3
2
Mar
12
0
0
0
2
11
16
7
Apr
38
0
0
0
0
4
11
2

c.       Jumlah ibu hamil yang ditawarkan tes HIV

Januari
Februari
Maret
April
Testing
143
61
116
106
HIV (positif)
0
0
0
0

d.      Jumlah klien yang ditawarkan tes HIV  berdasarkan jenis kelamin

Januari
Februari
Maret
April
Laki – laki
5
3
2
5
Perempuan
147
65
118
111

e.       Jumlah kasus HIV positif

Januari
Februari
Maret
April
Laki – laki
1
1
1
1
Perempuan
0
0
1
3






2.      Poliklinik IMS
a.       Jumlah kunjungan pasien berdasarkan jenis kelamin di poliklinik IMS UPT Puskesmas Kuta I tahun 2016

Januari
Februari
Maret
Laki – laki
9
2
4
Perempuan
83
55
95

b.      Jumlah kasus IMS yang ditemukan berdasarkan jenis kelamin di poliklinik IMS UPT Puskesmas Kuta I tahun 2016

Januari
Februari
Maret
Laki – laki
6
1
2
Perempuan
2
9
20

c.       Jumlah pasien IMS yang diobati berdasarkan factor resiko di poliklinik IMS UPT Puskesmas Kuta I tahun 2016

WPS
PPS
Waria
IDU
LSI
Pasangan
resti
Klien
Lain
Lain
Jan
4
0
0
0
0
2
1
1
Feb
5
0
0
0
0
3
0
2
Mar
14
0
0
0
0
2
0
6
d.      Jumlah pasien yang di test syphilis di poliklinik IMS UPT Puskesmas Kuta I tahun 2016

Januari
Februari
Maret
Laki –laki
1
1
1
Perempuan
73
44
80






3.      Poliklinik Metadhon
a.       Jumlah kunjungan klien ke poliklinik metadhone berdasarkan jenis kelamin di tahun 2016

Januari
Februari
Maret
Laki – laki
22
22
21
Perempuan
3
4
4

b.      Capaian klien aktif ke poliklinik metadhone tahun 2016:
1)      Januari        : 25 orang
2)      Februari      : 26 orang
3)      Maret          : 25 orang

B.     Prinsip dan Mekanisme Penanganan Kasus (Rencana dan Implementasi)
1.      Pelayanan VCT dan TIPK Di UPT Puskesmas I Kuta
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 21 tahun 2013 disebutkan bahwa pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan melalui VCT dan TIPK (Tes Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan Konseling). Voluntary Counseling Test (VCT) adalah proses konseling pra testing, testing, dan konseling post testing secara sukarela yang bersifat confidential dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV. Konseling pra testing memberikan pengetahuan tentang HIV & manfaat testing, pengambilan keputusan untuk testing, dan perencanaan atas issue HIV yang akan dihadapi. Konseling post testing membantu seseorang untuk mengerti & menerima status (HIV+) dan merujuk pada layanan dukungan. Dapat dikatakan, Voluntary Counseling Test (VCT): Merupakan pintu masuk penting untuk pencegahan dan perawatan HIV yang merupakan sebuah dialog yang terjaga kerahasiaan antara konselor dan klien yang bertujuan untuk:
1.      Membantu orang mengetahui statusnya lebih dini, menekankan kepada aspek perubahan perilaku, peningkatan kemampuan menghadapi stress, ketrampilan pemecahan masalah.
2.      Menekankan pada issue HIV terkait seperti bagaimana hidup dengan HIV, Pencegahan HIV ke pasangan, dan issue-issue HIV yang berkelanjutan. Konseling pra tes dilakukan dengan tatap muka atau tidak tatap muka dan dapat dilaksanakan bersama pasangan ( couple counseling ) atau dalam kelompok ( group counseling ), sedangkan konseling pasca tes harus dilakukan dengan tenaga kesehatan atau konselor terlatih. VCT hanya dapat dilakukan bila pasien memberikan persetujuan secara tertulis.
TIPK adalah tes HIV dan konseling yang dilakukan kepada seseorang untuk kepentingan kesehatan dan pengobatan berdasarkaninisiatif dari pemberi pelayanan kesehatan. Adapun langkah langkah yang dapat dilakukan meliputi : pemberian informasi tentang HIV dan AIDS, pengambilan darah untuk tes, penyampaian hasil tes dan konseling. Tes HIV pada TIPK tidak dapat dilakukan bila pasien menolak secara tertulis. TIPK harus dianjurkan sebagai bagian dari standar pelayanan bagi :
1.      Setiap orang dewasa, remaja dan anak-anak yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan tanda, gejala, atau kondisi medis yang mengindikasikan atau patut diduga telah terjadi infeksi HIV terutama pasien dengan riwayat penyakit tuberculosis dan IMS
2.      Asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu bersalin
3.      Bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan infeksi HIV
4.      Anak-anak dengan pertumbuhan suboptimal atau malnutrisi di wilayah epidemi luas, atau anak dengan malnutrisi yang tidak ada respon yang baik dengan pengobatan nutrisi yang adekuat
5.      Laki-laki dewasa yang meminta sirkumsisi sebagai tindakan pencegahan HIV.
Salah satu tempat untuk mengetahui status HIV dapat dilakukan diKlinik VCT Rijasa UPT. Puskesmas Kuta I.Klinik ini didirikan pada tanggal 1 Desember 2008 yang bertujuan untuk membantu program penanggulangan HIV dan AIDS di wilayah Kuta khususnya dan kabupaten Badung umumnya. Kegiatan yang dilakukan di klinik VCT Rijasa meliputi pelayanan dalam gedung dan pelayanan luar gedung. Pelayanan dalam gedung mencakup pemeriksaan yang dilakukan ke pasien yang datang mandiri atau dengan rujukan dari petugas penjangkau/lapangan. Konseling HIV dilakukan oleh tujuh orang konselor terlatih. Dalam menegakkan diagnosis HIV, dilakukan pemeriksaan darah di pemeriksaan laboratorium UPT. Puskesmas Kuta I dengan menggunakan cara Rapid Test.Dan hasil pemeriksaan dapat ditunggu saat hari tersebut. Bila hasil pemeriksaan darah menunjukkan hasil HIV positif, maka pasien akan dirujuk ke rumah sakit atau klinik swasta untuk mendapatkan pengobatan selanjutnya. Disamping itu pasien juga akan dikenalkan dengan LSM gunamendapatkan dukungan psikososial.
Sedangkan pelayanan luar gedung dilakukan dalam bentuk kegiatan mobile klinik dengan menjangkau tempat resiko tinggi tertular HIV dan AIDS yang mana seseorang yang berriseko tertular HIV belum sempat datang ke layanan kerena terkendala dengan waktu.Tempat yang dikunjungi seperti Kafe, Bar, karaoke, Salon, Panti pijat, Lokalisasi, serta Bedeng proyek. Hasil pemeriksaan akan dibawakan ke tempat masing-masing sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan. Dalam kegiatan mobile klinik ini memerlukan kerjasama antara LSM, KPA dan dinas kesehatan.
2.      Poliklinik Infeksi Menular Seksual
Penatalaksanaan pasien IMS yang efektif, tidak terbatas hanya pada pengobatanantimikroba untuk memperoleh kesembuhan dan menurunkan tingkat penularannamun juga memberikan pelayanan paripurna yang dibutuhkan untuk mencapaiderajat kesehatan reproduksi yang baik.Komponen penatalaksanaan IMS meliputi:
-          Anamnesis tentang riwayat infeksi/ penyakit
-          Pemeriksaan fisik dan pengambilan spesimen/bahan pemeriksaan
-          Diagnosis yang tepat
-          Pengobatan yang efektif
-          Nasehat yang berkaitan dengan perilaku seksual
-          Penyediaan kondom dan anjuran pemakaiannya
-          Penatalaksanaan mitra seksual
-          Pencatatan dan pelaporan kasus
-          Tindak lanjut klinis secara tepat

a.      Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan oleh tenaga medis atau pun paramedis, bertujuan untuk:
1)      Menentukan faktor risiko pasien
2)      Membantu menegakkan diagnosis sebelum dilakukan pemeriksaan fisikmaupun pemeriksaan penunjang lainnya
3)      Membantu mengidentifikasi pasangan seksual pasien
Agar tujuan anamnesis tercapai, diperlukan keterampilan melakukan komunikasiverbal (cara kita berbicara dan mengajukan pertanyaan kepada pasien) maupunketrampilan komunikasi non verbal (keterampilan bahasa tubuh saat menghadapipasien).Sikap saat melakukan anamnesis pada pasien IMS perlu diperhatikan, yaitu:
1)      Sikap sopan dan menghargai pasien yang tengah dihadapi
2)      Menciptakan suasana yang menjamin privasi dan kerahasiaan, sehinggasebaiknya dilakukan dalam ruang tertutup dan tidak terganggu oleh aktivitas keluarmasukpetugas
3)      Dengan penuh perhatian mendengarkan dan menyimak perkataan pasien,jangan sambil menulis saat pasien berbicara dan jangan memutuskanpembicaraannya.
4)      Gunakan keterampilan verbal anda dengan memulai rangkaian anamnesismenggunakan pertanyaan terbuka, dan mengakhiri dengan pertanyaan tertutup.Pertanyaan terbuka memungkinkan pasien untuk memberikan jawaban lebihpanjang sehingga dapat memberikan gambaran lebih jelas, sedangkanpertanyaan tertutup adalah salah satu bentuk pertanyaan yang mengharapkanjawaban singkat, sering dengan perkataan “ya” atau “ tidak”, yang biasanyadigunakan untuk lebih memastikan hal yang dianggap belum jelas.
5)      Gunakan keterampilan verbal secara lebih mendalam, misalnya denganmemfasilitasi, mengarahkan, memeriksa, dan menyimpulkan, sambilmenunjukkan empati, meyakinkan dan kemitraan.
Informasi yang perlu ditanyakan kepada pasien:
1)      Keluhan utama
2)      Keluhan tambahan
3)      Riwayat perjalanan penyakit
4)      Siapa menjadi pasangan seksual tersangka (wanita/pria penjaja seks,teman, pacar, suami/isteri
5)      Kapan kontak seksual tersangka dilakukan
6)      Jenis kelamin pasangan seksual
7)      Cara melakukan hubungan seksual (genito-genital, orogenital, anogenital)
8)      Penggunaan kondom (tidak pernah, jarang, sering, selalu)
9)      Riwayat dan pemberi pengobatan sebelumnya (dokter/bukandokter/sendiri)
10)  Hubungan keluhan dengan keadaan lainnya-menjelang/sesudah haid;kelelahan fisik/psikis; penyakit: diabetes, tumor, keganasan, lain-lain);penggunaan obat: antibiotika, kortikosteroid, kontrasepsi); pemakaian alatkontrasepssi dalam rahim (AKDR); rangsangan seksual; kehamilan; kontakseksual
11)  Riwayat IMS sebelumnya dan pengobatannya
12)  Hari terakhir haid
13)  Nyeri perut bagian bawah
14)  Cara kontrasepsi yang digunakan dan mulai kapan
Untuk menggali faktor risiko perlu ditanyakan beberapa hal tersebut di bawah ini.Berdasarkan penelitian faktor risiko oleh WHO (World Health Organization) dibeberapa negara (di Indonesia masih belum diteliti), pasien akan dianggapberperilaku berisiko tinggi bila terdapat jawaban “ya” untuk satu atau lebihpertanyaan di bawah ini:
1)      Pasangan seksual > 1 dalam 1 bulan terakhir
2)      Berhubungan seksual dengan penjaja seks dalam 1 bulan terakhir
3)      Mengalami 1/ lebih episode IMS dalam 1 bulan terakhir.
4)      Perilaku pasangan seksual berisiko tinggi.

b.      Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terutama dilakukan pada daerah genitalia dan sekitarnya, yangdilakukan di ruang periksa dengan lampu yang cukup terang. Lampu sorot tambahandiperlukan untuk pemeriksaan pasien perempuan dengan spekulum. Dalam pelaksanaan sebaiknya pemeriksa didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain. Padapemeriksaan terhadap pasien perempuan, pemeriksa didampingi oleh paramedisperempuan, sedangkan pada pemeriksaan pasien laki-laki, dapat didampingi olehtenaga paramedis laki-laki atau perempuan. Beri penjelasan lebih dulu kepada pasienmengenai tindakan yang akan dilakukan:
1)      Pada saat melakukan pemeriksaan fisik genitalia dan sekitarnya, pemeriksa harusselalu menggunakan sarung tangan. Jangan lupa mencuci tangan sebelum dansesudah memeriksa.
2)      Pasien harus membuka pakaian dalamnya agar dapat dilakukan pemeriksaangenitalia (pada keadaan tertentu, kadang–kadang pasien harus membuka seluruhpakaiannya secara bertahap).
a)      Pada pasien perempuan
(1)   Pasien diperiksa dengan berbaring pada meja ginekologikdalam posisi litotomi.

Gambar 2.1. Posisi Litotomi

(2)    Pemeriksa duduk dengan nyaman ambil melakukan inspeksi danpalpasi mons pubis, labia, dan perineum
(3)   Periksa daerah genitalia luar dengan memisahkan ke dua labia,perhatikan adakah kemerahan, pembengkakan, luka/lecet, massa,atau duh tubuh.
b)      Pada pasien laki-laki
(1)   Pemeriksaan pasien laki-laki dapat dilakukan sambil duduk/ berdiri.
(2)   Perhatikan daerah penis, dari pangkal sampai ujung, serta daerahskrotum
(3)   Perhatikan adakah duh tubuh, pembengkakan, luka/lecet atau lesi
3)      Lakukan inspeksi dan palpasi pada daerah genitalia, perineum, anus dan sekitarnya.
4)      Jangan lupa memeriksa daerah inguinal untuk mengetahui pembesaran kelenjargetah bening setempat (regional)
5)      Bilamana tersedia fasilitas laboratorium, sekaligus dilakukan pengambilan bahanpemeriksaan.Pada pasien pria dengan gejala duh tubuh genitalia disarankan untuk tidakberkemih selama 1 jam (3 jam lebih baik), sebelum pemeriksaan.

c.       Pengambilan Spesimen
Pasien laki-laki dengan gejala duh tubuh uretra
1)      Beri penjelasan lebih dahulu agar pasien tidak perlu merasa takut saatpengambilan bahan duh tubuh gentalia dengan lidi kapas.
2)      Masukkan lidi kapas ke dalam orifisium uretra eksterna sampai kedalaman1-2 cm, putar swab dan tarik keluar perlahan-lahan
3)      Oleskan duh tubuh ke atas kaca obyek yang sudah disiapkan
4)      Bila tidak tampak duh tubuh uretra dapat dilakukan pengurutan (milking) olehpasien.
Pasien perempuan dengan duh tubuh vagina
Pasien perempuan dengan status sudah menikah, dilakukan pemeriksaan denganspekulum serta pengambilan spesimen
1)      Beri penjelasan lebih dulu mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan agarpasien tidak merasa takut
2)      Bersihkan terlebih dahulu dengan kain kasa yang telah dibasahi larutan NaCl
3)      Setiap pengambilan bahan harus menggunakan spekulum vagina steril (sesuaikanukuran spekulum, biasanya ukuran speculum sesuai dengan berat badan pasien dan riwayat kelahiran pervaginam), swab atau sengkelitsteril
4)      Masukkan daun spekulum steril dalam keadaan tertutup dengan posisitegak/vertikal ke dalam vagina, dan setelah seluruhnya masuk kemudian putarpelan-pelan sampai daun spekulum dalam posisi datar/horizontal. Bukaspekulum dan dengan bantuan lampu sorot vagina cari serviks. Kuncispekulum pada posisi itu sehingga serviks terfiksasi
5)      Setelah itu dapat dimulai pemeriksaan serviks, vagina dan pengambilanspesimen
a)      Dari serviks: bersihkan daerah endoserviks dengan kasa steril, kemudianambil spesimen duh tubuh serviks dengan swab steril untuk pembuatan sediaan hapus, dengan swab  yang laindibuat sediaan biakan,
b)      Dari forniks posterior: dengan swab steril untukpembuatan sediaan basah, dan lakukan tes amin
c)      Dari dinding vagina: dengan kapas lidiuntuk sediaanhapus
d)     Dari uretra: dengan sengkelit steril untuk sediaan hapus
6)      Cara melepaskan spekulum: kunci spekulum dilepaskan, sehingga spekulumdalam posisi tertutup, putar spekulum 90o sehingga daun spekulum dalam posisitegak, dan keluarkan spekulum perlahan-lahan.
Pada pasien perempuan berstatus belum menikah tidak dilakukan pemeriksaan denganspekulum, karena akan merusak selaput daranya sehingga bahan pemeriksaan hanyadiambil dengan sengkelit steril dari vagina dan uretra. Untuk pasien perempuan yangbelum menikah namun sudah aktif berhubungan seksual, diperlukan informed consentsebelum melakukan pemeriksaan dengan spekulum. Namun bila pasien menolakpemeriksaan dengan spekulum, pasien ditangani menggunakan bagan alur tanpaspekulum.
d.      Pemeriksaan Anaskopi
1)      Indikasi
Bila terdapat keluhan atau gejala pada anus dan rektum, pasien dianjurkan untukdiperiksa dengan anoskopi bila tersedia alat tersebut. Pemeriksaan ini sekaligus dapatmelihat keadaan mukosa rektum atau pengambilan spesimen untuk pemeriksaanlaboratorium bila tersedia fasilitas.
2)      Kontra indikasi
Anus imperforata merupakan kontra indikasi absolut untuk tindakan anoskopi, namunbila pasien mengeluh mengenai nyeri hebat pada rektum, may preclude awakeanoscopic examination in anxious patients in pain.
3)      Posisi pasien
Pasien berbaring dalam posisi Sim atau miring dengan lutut ditekuk serta pinggul45o. Posisi pasien di sebelah kiri pemeriksa.
Gambar 2.2. Posisi lateral decubitus atau posisi Sim.Pasien tidak perlu membuka seluruh baju sepertipada gambar, namun cukup membuka celananyasampai nampak daerah anus.
4)      Prosedur
a)      Sebelum melakukan pemeriksaan anoskopi, lakukan inspeksi daerah anus dansekitarnya, kemudian lakukan pemeriksaan rektum dengan jari tangan (digital rectalexamination)
b)      Bila menggunakan anoskopi dengan bagian obturator yang dapat dilepaskan,pastikan bahwa obturator telah terpasang dengan benar
c)      Beri pelumas sepanjang badan anoskop dengan pelumas standard atau lidokain
d)     Masukkan anoskop secara perlahan, dengan sedikit tekanan untuk melawantahanan akibat kontraksi otot sfingter anus eksterna. Terus dorong alat anoskopsampai mencapai anorektum.
e)      Bila obturator terdorong mundur saat insersi, lepaskan anoskop seluruhnya danganti obturator untuk mencegah mukosa anus terjepit bila obturator dimasukkanbelakangan.
f)       Dorong terus anoskop sampai batas luar anoskopi mengenai pinggiran anus.
g)      Kecuali alat anoskop dilengkapi dengan lampu, dapat digunakan sumberpenerangan dari luar, misalnya lampu senter atau lampu untuk pemeriksaan pelvis.
h)      Bila anoskop sudah masuk dengan sempurna, tarik obturator keluar.
i)        Sambil menarik anoskop perlahan-lahan, perhatikan saluran anus. Adakahperdarahan anus proksimal dari jangkauan anoskop. Hapus darah atau debrissehingga lapang pandang lebih baik, dan bila ditemukan duh tubuh dapatdilakukan biakan.
j)        Setelah seluruh lingkar mukosa anus diinspeksi, pelan-pelan tarik anoskop.Perhatikan sumber nyeri atau perdarahan di daerah distal, misalnya hemoroid,fisura rektum, ulkus, abses, atau robekan.
k)      Mendekati tahap akhir penarikan, hati-hati terhadao refleks spasme sfingkter anusyang dapat menyebabkan anoskop terlempar. Gunakan tekanan yang agak kuatuntuk mencegah anoskop melejit keluar.

3.      Program Terapi Rumatan Methadone
Program Terapi Rumatan Methadone (PTRM) adalah program yang bertujuan membantu pecandu narkotika khususnya opioid untuk berhenti menggunakan atau mengurangi dampak buruk dari penyalahgunaan opioid. Latar belakang didirikannya klinik methadone ini karena penyalahgunaan narkotika di Indonesia semakin hari semakin marak. Dengan maraknya penyalahgunaan narkotika tersebut maka dampak buruknya pun semakin meluas. Salah satu dampak buruk dari penyalahgunna narkotika khususnya narkotika suntik adalah penyebaran HIV/AIDS dikalangan pengguna maupun yang bukan pengguna seperti istri/suami/pasangan dan anak si pengguna. Seperti yang kita telah ketahui penyakit HIV/AIDS masih merupakan ancaman global dan belum ditemukan pengobatan yang memuaskan. Sehingga sangatlah penting untuk mencegah penularannya. Salah satu upaya untuk mencegah penularan HIV/AIDS terutama dari kalangan pengguna narkotika suntik (penasun) adalah dengan program harm reduction atau program pengurangan dampak buruk akibat penggunaan narkotika suntik. Terdapat beberapa cara penanggulangan dan salah satunya adalah terapi substitusi dengan pemberian metadon.
Terapi substitusi yang sering kita kenal dengan nama Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) ini adalah terapi yang bertujuan mengganti penggunaan zat seperti heroin atau morfin dengan metadon. Metadon adalah suatu zat yang secara kimiawi termasuk dalam golongan opioid sama halnya dengan heroin ataupun morfin. Metadon berfungsi menekan susunan saraf pusat dan mempunyai efek penghilang rasa sakit yang kuat. Walaupun segolongan dan bekerja dengan cara yang sama tetapi metadon memiliki beberapa perbedaan dengan morfin atau heroin dimana metadon mudah dicerna secara oral (diminum) berbeda dengan golongan opioid lain yang tidak memiliki sifat itu sehingga harus digunakan dengan cara disuntikkan untuk mendapatkan efek yang diinginkan. Sehingga dengan penggunaan metadon sebagai terapi pengganti jenis opioid suntik yang lain maka akan mengurangi penggunaan narkotika suntik dan pada akhirnya akan dapat menurunkan angka kejadian HIV/AIDS. Berbeda dengan heroin atau morfin klien yang beralih ke metadon dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan lebih stabil. Selain karena penggunaanya yang cukup diminum sekali sehari juga karena efek yang diharapkan dari penggunaan metadon bukanlah efek-efek seperti pada penggunaan heroin atau morfin. hal inilah yang menyebabkan klien metadon dapat lebih aktif dalam kehidupan sehari-hari sehingga memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Hal lain tentang terapi metadon adalah biaya terapi yang relatif murah bila dibandingkan dengan penggunaan narkotika suntik.
Terdapat beberapa tahapan dalam terapi rumatan metadon. Tahap awal adalah tahap penentuan apakah seseorang klien bisa atau tidak masuk dalam PTRM. Terdapat beberapa kriteria inklusi dan ekslusi diantaranya adalah:
a.       Kriteria inklusi
1)      Harus memenuhi kriteria ICD-X untuk ketergantungan opioid
2)      Usia 18 tahun atau lebih, jika belum 18 tahun harus mendapat second opinion dari profesional medis lain
3)      Mengalami ketergantungan opioid dalam jangka waktu 12 bulan terakhir
4)      Sudah pernah mencoba berhenti menggunakan opioid minimal satu kali
b.      Kriteria eksklusi
1)      Klien dengan penyakit fisik yang berat
2)      Psikosis yang jelas
3)      Retardasi mental
Tahap selanjutnya adalah pemberian konseling terutama konseling tentang adiksi dan membuat rencana perawatan. Tahap terapi rumatan metadon sendiri terbagi dalam 4 tahap yaitu tahap pemberian dosis awal, fase stabilisasi, fase rumatan dan fase reduksi. Pada fase pemberian dosis awal dimulai dengan dosis yang sangat rendah yaitu 15-30 mg perhari untuk kemudian pada fase stabilisasi dosis dinaikkan bertahap 5-10 mg setiap 3-5 hari. Pasien dikatakan mencapai dosis rumatan atau pemeliharan apabila dengan dosis hariannya pasien/klien telah merasa stabil baik secara emosional, pekerjaan dan kehidupan sosial. Rata-rata dosis rumatan bervariasi antara 60-120 mg per harinya tetapi sangat bervariasi pada masing-masing individu. Fase rumatan tersebut dapat berlangsung selama bertahun-tahun hingga klien merasa benar-benar stabil. Fase penghentian metadon atau fase reduksi juga dilakukan secara bertahap. Tahap penghentian dapat dimulai apabila klien telah dalam keadaan stabil, minimal 6 bulan dalam keadaan bebas heroin, dan pasien dalam keadaan stabil untuk bekerja dan dalam lingkungan rumah. Penurunan dosis maksimal sebanyak 10 % dan penurunan dosis yang direkomendasikan adalah setiap 2 minggu. Dalam menjalani terapi klien akan secara berkala dipantau kesehatannya dan diberikan konseling secara berkala pula. Dalam terapi rumatan metadon terkadang timbul beberapa efek samping seperti konstipasi (sembelit), mengantuk, berkeringat, mual, muntah, gangguan fungsi seksual, gatal dan juga jerawat. Metadon diberikan kepada klien dalam bentuk cair dan dalam pemberiannya dicampur dengan sirup hingga mencapai 100 cc untuk mengurangi rasa pahit. Setelah mengkonsumsi metadon klien akan diberikan permen untuk dikunyah tujuannya adalah untuk meningkatkan jumlah air liur dan sehingga mengurangi efek samping kerusakan pada gigi.
Program terapi rumatan metadon di Bali pertama kali diadakan di RSUP Sanglah. Lalu kemudian seiiring meningkatnya jumlah klien yang ingin menjalani terapi substitusi dengan metadom maka dibangunlah satelit-satelit pelayanan metadon. Salah satunya PTRM Puskesmas Kuta I. Program terapi rumatan metadon yang berdiri sejak 5 september 2006 ini hingga saat ini memiliki 28 orang klien yang secara rutin aktif memperoleh terapi substitusi metadon setiap harinya. Sedangkan klien yang teregistrasi dari awal berdiri sebanyak 369 orang. PTRM Kuta I dipilih karena mudahnya akses bagi para klien yang kebanyakan bekerja dan bermukim di daerah Kuta sehingga mereka tidak harus menempuh jarak yang jauh untuk mendapatkan metadon dan secara otomatis akan meningkatkan kepatuhan mereka dalam menjalani terapi metadon dan pada akhirnya akan berimbas pada membaiknya kualitas hidup mereka. Selain pemberian metadon, PTRM Puskesmas Kuta I juga menyediakan layanan konseling, VCT, pemeriksaan fisik, laboratorium, penyedian jarum suntik steril dan kondom. Mengingat begitu banyaknya keunggulan metadon dibandingkan penggunaan narkotika suntik lain seperti heroin dan morfin maka tidak salah jika terapi subtitusi ini merupakan pilihan dan begitu diminati. Suatu terapi substitusi yang aman, murah dan membuat penggunanya dapat hidup dengan lebih baik.
C.    Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut Penanganan Kasus
Di Puskesmas Kuta I menangani setiap pasien yang mengalami masalah dengan cara selalu mengingatkan pasien untuk rajin control agar para staf bisa memantau mereka secara menyeluruh hingga mereka sembuh secara total. Sedangkan untuk pasien yang memerlukan penganganan lebih lanjut pasien biasanya dirujuk ke RSUD Badung.

2.1.3.      Masalah atau Kendala-Kendala yang Dihadapi Puskesmas Kuta I dalam Penatalaksanaan Program Pengembangan Kesehatan Pariwisata
dr. Yani  mengungkapkan secara umum kendala yang dihadapi Puskesmas Kuta I dalam penatalaksanaan program pengembangan kesehatan pariwisata adalah terbatasnya tenaga kerja (sumber daya manusia) dan berikut ini adalah kendala yang dialami pada poliklinik VCT, IMS serta metadhone di Puskesmas Kuta I.
1.      Poliklinik VCT
a.       Keterjangkauan obat
b.      Tidak teraturnya minum obat dari pihak pasien
c.       Pasien yang mengalami alergi terhadap beberapa jenis obat


2.      Poliklinik Methadone
a.       Keterjangkauan  jarak
b.      Tidak adanya wali untuk mengurus klien
c.       Klien tersandung kasus sehingga membuat pengobatan terhenti sementara
d.      Hilangnya obat
e.       Biaya pengobatan
f.       Masih menggunakan obat-obatan yang lain
g.      Susah memberikan pengertian tentang pemberian dosis
3.      Poliklinik IMS
a.       Pasien tidak mau terbuka tentang masalah atau penyakit yang dialaminya
b.      Pasien tidak mau jujur
c.       Tenaga kesehatan terbatas
d.      Pasien tidak siap dalam Pemeriksaan atau pengobatan
e.       Pasien menghentikan pengobatan karena menganggap dirinya sudah sembuh















BAB III
HASIL DAN HAMBATAN

3.1. Hasil
Puskesmas Kuta 1 sebagai salah satu puskesmas wisata yang ada di Bali yang terletak di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung merupakan sebuah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab terhadap pembangunan kesehatan pariwisata di wilayah kerjanya.
Melaluikegiatan kunjungan ini penulis memperoleh pengalaman baru di bidang pelayanan kesehatan masyarakat khususnya dalam hal ini terkait dengan peran tenaga kesehatan dalam mendukung kesehatan pariwisata serta dapat melihat dan mempelajari lebih banyak tentang kegiatan yang dilakukan di Puskesmas Kuta 1. Berbeda dengan puskesmas pada umumnya, Puskesmas Kuta 1 memiliki beberapa pelayanan, diantaranya:
1.      Loket dan Ruang tunggu pasien
2.      Poliklinik IMS
3.      Unit Gawat Darurat UGD
4.      Poliklinik umum
5.      Poliklinik KIA
6.      Poliklinik KB
7.      Poliklinik VCT
8.      Program Terapi Rumatan Methadone
9.      Laboratorium
Diantara sekian pelayanan yang tersedia, tiga poliklinik yang tidak selalu ada di puskesmas lain di Bali yaitu poliklinik VCT, poliklinik IMS dan poliklinik methadone yang memiliki peran penting dalam menanggulangi penyakit-penyakit yang angka kejadiannya tinggi di daerah pariwisata yang memiliki karakteristik mobilitas penduduk tinggi, banyaknya penduduk pendatang dan mata pencaharian masyarakat sekitar terutama di bidang perdagangan dan jasa.Ketiga poliklinik tersebut adalah sebagai penanganan tingkat dasar terhadap penyebaran penyakit khususnya penyakit menular seksual.
Selain program dan pelayanan yang berada di dalam ruangan, Puskesmas Kuta I juga memiliki pelayanan luar gedung yang dilakukan dalam bentuk kegiatan mobile klinik dengan menjangkau tempat resiko tinggi tertular HIV dan AIDS yang mana seseorang yang berriseko tertular HIV belum sempat datang ke layanan kerena terkendala dengan waktu.Tempat yang dikunjungi seperti Kafe, Bar, karaoke, Salon, Panti pijat, Lokalisasi, serta Bedeng proyek. Hasil pemeriksaan akan dibawakan ke tempat masing-masing sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan. Dalam kegiatan mobile klinik ini memerlukan kerjasama antara LSM, KPA dan dinas kesehatan.
3.2. Hambatan
Adapun hambatan yang penulis alamai baik dalam proses kegiatan kunjungan ataupun proses penyusunan laporan kegiatan, diantaranya:
1.      Keterbatasan waktu dalam penyampaian materi oleh narasumber serta proses diskusi, sehingga penulis/mahasiswa belum sepenuhnya mengerti tentang materi yang disampaikan sehingga laporan yang penulis buat tidak maksimal dan terperinci.
2.      Keterlambatan staf datang ke puskesmas membuat penulis/mahasiswa menunggu dan membuang waktu untuk mengumpulkan data.
3.      Kurangnya koordinasi antara pihak kampus dengan puskesmas terkait dengan kegiatan kunjungan dan acara di puskesmas tersebut. Hal ini mengakibatkan, kegiatan yang sebelumnya telah direncanakan seperti penjajakan ke poliklinik yang ada di Puskesmas Kuta I harus dibatalkan karena adanya kesibukan/kegiatan lain yang harus dijalankan oleh pihak puskesmas, sehingga penulis/mahasiswa hanya mendengarkan penyampaian materi di ruang pertemuan saja.



BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kunjungan dan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa di Puskesmas Kuta I tersediatiga poliklinik yang tidak selalu ada di puskesmas lain di Bali yaitu poliklinik VCT, poliklinik IMS dan poliklinik methadone yang memiliki peran penting dalam menanggulangi penyakit-penyakit yang angka kejadiannya tinggi di daerah pariwisata yang memiliki karakteristik mobilitas penduduk tinggi, banyaknya penduduk pendatang dan mata pencaharian masyarakat sekitar terutama di bidang perdagangan dan jasa.
Ketiga poliklinik tersebut adalah sebagai penanganan tingkat dasar terhadap penyebaran penyakit khususnya penyakit menular seksual.Poliklinik VCT merupakan klinik yang khusus menangani dan memberi konseling pada para penderita HIV AIDS. Poliklinik IMS merupakan poklinik yang khusus menangani dan memberi konseling pada para penderita penyakit menular seksual. Sedangkan poliklinik methadone merupakan poliklinik yang khusus menangani dan memberi konseling pada para penderita yang pecandu narkotika jenis heroin.















DAFTAR PUSTAKA




















LAMPIRAN

Lampiran 01
Profil  Puskesmas Kuta I




















Lampiran 02
Pemaparan materi

Pemaparan materi oleh dr. Yani


Pemaparan materi oleh petugas poliklinik IMS



Lampiran 03
Gambaran Kunjungan Klien di Puskesmas Kuta I



Lampiran 04
Langkah-langkah pemasangan speculum vagina

Oval: 1Oval: 2           

Oval: 3Oval: 4            

Oval: 5




Lampiran 05
Pemeriksaan anaskopi

Gambar alat pemeriksaan anaskopi

Langkah-langkah pemeriksaan anaskopi
Oval: 1
Oval: 2
Oval: 3





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About