INITIAL
ASSESSMENT SECONDARY SURVEY
OLEH :
KELOMPOK
VI
LUH
KADEK CITA HENI KARUNIA (14E11198)
L. PT. INDAH
KRISNAYANTI (14E11234)
NI MADE
INDRIANI (14E11237)
NUR
AZIZAH (14E11265)
I GEDE RELADI
PUTRA (14E11281)
LUH PUTU
REVANA GIOVANI DE DIAN (14E11284)
NI KADEK
SANI PARWASIH (14E11287)
DEWA AYU
TRISNA N. (14E11309)
KADEK
WIKA SANCITA (14E11320)
PUTU
WULANDARI DEWI SEPITRI (14E11326)
PRODI
DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN BALI
TAHUN
AKADEMIK 2015/2016
INITIAL ASSESSMENT
SECONDARY SURYEY
Survey sekunder
merupakan pemeriksaan secara lengkap
yang dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang.
Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam
artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
1.
Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan
dari anamnesis riwayat pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian
pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan
sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency
Nursing Association, 2007). Pengkajian riwayat pasien secara
optimalharus diperolehlangsung daripasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya,usia, dan cacatatau
kondisipasienyang terganggu, konsultasikan dengan anggota
keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat kejadian.
Anamnesis yang dilakukan harus lengkap karena akan memberikan gambaran mengenai
cedera yang mungkin diderita. Beberapa contoh:
a. Tabrakan
frontal seorang pengemudi mobil tanpa sabuk pengaman: cedera wajah,
maksilo-fasial, servikal. Toraks, abdomen dan tungkai bawah.
b. Jatuh
dari pohon setinggi 6 meter perdarahan intra-kranial, fraktur servikal atau
vertebra lain, fraktur ekstremitas.
c. Terbakar
dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat
AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti
obat-obatan, plester, makanan
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang
diminum seperti sedang menjalanipengobatan
hipertensi, kencing manis, jantung,
dosis, atau penyalahgunaan obat
P: Pertinent
medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru
saja dikonsumsi, dikonsumsi berapajam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events,
hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yangmenyebabkan
adanya keluhan utama)
Ada
beberapa cara lain untuk mengkaji riwayat pasien yang disesuaikan dengan
kondisi pasien. Pada pasien dengan kecenderungan konsumsi alkohol, dapat
digunakan beberapa pertanyaan di bawah ini (Emergency
Nursing Association, 2007):
· C. have you ever felt should Cut down your drinking?
· A. have people Annoyed you by criticizing
your drinking?
· G. have you ever felt bad or Guilty about your drinking?
· E. have you ever had a drink first
think in the morning to steady your nerver or get rid of a hangover (Eye-opener)
Jawaban
Ya pada beberapa kategori sangat
berhubungan dengan masalah konsumsi alkohol.
Pada
kasus kekerasan dalam rumah tangga akronim HITS dapat digunakan dalam proses
pengkajian. Beberapa pertanyaan yang diajukan antara lain : “dalam setahun
terakhir ini seberapa sering pasanganmu” (Emergency
Nursing Association, 2007):
· Hurt you physically?
· Insulted or talked down to you?
· Threathened you with physical harm?
· Screamed or cursed you?
Akronim
PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang meliputi :
· Provokes/palliates :
apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat nyerinya lebih baik? apa yang
menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa
nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?
· Quality
: bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris, tajam,
ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien
mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
· Radiates:
apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri terlokalisasi di satu
titik atau bergerak?
· Severity
: seberapa parah nyerinya? Dari rentang
skala 0-10 dengan 0 tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
· Time
: kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa lama nyeri
itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah pernah merasakan
nyeri ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?
Setelah dilakukan anamnesis, maka
langkah berikutnya adalah pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda tanda vital
meliputi suhu, nadi, frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat
badan, dan skala nyeri.
Berikut ini adalah ringkasan tanda-tanda
vital untuk pasien dewasa menurut Emergency
Nurses Association,(2007).
Komponen
|
Nilai normal
|
Keterangan
|
Suhu
|
36,5-37,5
|
Dapat
di ukur melalui oral, aksila, dan rectal. Untuk mengukur suhu inti
menggunakan kateter arteri pulmonal, kateter urin, esophageal probe, atau
monitor tekanan intracranial dengan pengukur suhu. Suhu dipengaruhi oleh
aktivitas, pengaruh lingkungan, kondisi penyakit, infeksi dan injury.
|
Nadi
|
60-100x/menit
|
Dalam
pemeriksaan nadi perlu dievaluais irama jantung, frekuensi, kualitas dan
kesamaan.
|
Respirasi
|
12-20x/menit
|
Evaluasi
dari repirasi meliputi frekuensi, auskultasi suara nafas, dan inspeksi dari usaha
bernafas. Tada dari peningkatan usah abernafas adalah adanya pernafasan
cuping hidung, retraksi interkostal, tidak mampu mengucapkan 1 kalimat penuh.
|
Saturasi
oksigen
|
>95%
|
Saturasi
oksigen di monitor melalui oksimetri nadi, dan hal ini penting bagi pasien
dengan gangguan respirasi, penurunan kesadaran, penyakit serius dan tanda
vital yang abnormal. Pengukurna dapat dilakukan di jari tangan atau kaki.
|
Tekanan
darah
|
120/80mmHg
|
Tekana
darah mewakili dari gambaran kontraktilitas jantung, frekuensi jantung,
volume sirkulasi, dan tahanan vaskuler perifer. Tekanan sistolik menunjukkan
cardiac output, seberapa besar dan seberapa kuat darah itu dipompakan.
Tekanan diastolic menunjukkan fungsi tahanan vaskuler perifer.
|
Berat
badan
|
|
Berat
badan penting diketahui di UGD karena berhubungan dengan keakuratan dosis
atau ukuran. Misalnya dalam pemberian antikoagulan, vasopressor, dan medikasi
lain yang tergantung dengan berat badan.
|
2.
Pemeriksaan
fisik
a.
Kulit
kepala
Seluruh kulit
kepala diperiksa.
Sering terjadi pada penderita yang datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada
darah di lantai yang berasal dari bagian belakang kepala penderita. Lakukan
inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan,
nyeri tekan serta adanya sakit
kepala(Delp & Manning. 2004).
b.
Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel.Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan kiri. Apabila terdapat cedera
di sekitar mata jangan lalai memeriksa
mata, karena pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya
menjadi sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
1) Mata
Periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah isokoratau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus, ketajaman
mata (macies visus
dan acies campus), apakah konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan,
rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis,
exophthalmos, subconjunctival perdarahan, serta diplopia
2) Hidung
Periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas(pembengkokan) lakukan palpasi akan kemungkinan
krepitasi dari suatu fraktur.
3) Telinga
Periksa adanya
nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan atau hilangnya pendengaran, periksa dengan
senter mengenai keutuhan membrane timpani atau adanya hemotimpanum
4) Rahang
atas
Periksa stabilitas rahang atas
5)
Rahang bawah
Periksa akan adanya fraktur
6) Mulut dan faring
Inspeksi
pada bagian mucosa terhadap tekstur,
warna, kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan daerah pipi
kemudian rasakan apa ada massa/ tumor, pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati adanya tonsil meradang atau tidak
(tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon
nyeri
c.
Vertebra
servikalis dan leher
Pada saat
memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau krepitasi, edema,
ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan
disfagia (kesulitan menelan) dan suara serak harus diperhatikan, cedera
tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot tambahan. Palpasi akan
adanya nyeri, deformitas, pembekakan, emfisema subkutan, deviasi trakea, kekakuan pada leher dan simetris pulsasi.
Tetap jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal. Jaga airway, pernafasan, dan oksigenasi. Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak
sekunder..
d.
Toraks
Inspeksi :
Inspeksi
dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk adanya trauma
tumpul/tajam,luka, lecet, memar,
ruam , ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan, kesimetrisan
expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan tambahan dan
ekspansi toraks bilateral,
apakah terpasang pace maker, frekuensi
dan irama denyut jantung, (lombardo, 2005)
Palpasi : seluruh dinding
dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,
emfisema
subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan
Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan bunyijantung (murmur, gallop, friction rub)
e.
Abdomen
Cedera
intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada keadaan cedera
kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra dengan kelumpuhan
(penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan nyeri
tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk
adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet, memar, ruam,
massa, denyutan, benda tertusuk, ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk
mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan atau
nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans
muskuler,, nyeri lepas yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya
perdarahan intra abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal lavage, ataupun USG
(Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen misalnya usus halus
gejala mungkin tidak akannampak
dengan segera karena itu memerlukan re-evaluasi berulang kali. Pengelolaannya
dengan transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan (Tim YAGD 118,
2010).
f.
Pelvis
(perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akannampak pada pemeriksaan fisik (pelvis
menjadi stabil), pada cederaberat
ini kemungkinan penderita akan masuk dalam keadaan syok, yang harus segera
diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari fraktur
pelvis (Tim YAGD 118, 2010).
Pelvis dan perineum
diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam, lesi, edema, atau kontusio,
hematoma, dan perdarahan uretra.
Colok dubur harus dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti
akan kemungkinan adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya
fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus musculo sfinkter ani. Pada
wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan adanya darah dalam vagina
atau laserasi, jika terdapat perdarahan vagina dicatat, karakter dan jumlah kehilangan darah harus
dilaporkan (pada tampon yang penuh memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn
tes kehamilan pada semua wanita usia subur. Permasalahan yang ada
adalah ketika terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang
dapat terjadi pada fraktur pelvis dan straddle
injury. Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali, jika pasien
hamil, denyut jantung janin (pertama kali mendengar dengan Doppler
ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12 kehamilan minggu) yang dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan keluhan kemih harus ditanya tentang rasa sakit atau
terbakar dengan buang air kecil, frekuensi, hematuria, kencing berkurang, Sebuah sampel urin harus diperoleh untuk
analisis.(Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
g.
Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan lupa untuk memriksa
adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat pelapasi jangan
lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat menggerakan,
jangan dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma
kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga
membahayakan aliran darah), mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan
penurunan kesadaran atau kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula adanya kemerahan, edema, ruam, lesi,
gerakan, dan sensasi harus diperhatikan, paralisis,
atropi/hipertropi otot, kontraktur, sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing
finger serta catat
adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia
lambat s/d 5-15 detik.
Penilaian
pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular. Perlukaan berat pada ekstremitas dapat
terjadi tanpa disertai fraktur.kerusakn ligament dapat menyebabakan sendi
menjadi tidak stabil, keruskan otot-tendonakan mengganggu pergerakan. Gangguan
sensasi dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan oleh
syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur
torako lumbal dapat dikenal pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma.
Perlukaan bagian lain mungkin menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan
dalam keadaan ini hanya dapat didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan
muskuloskletal tidak lengkap bila belum dilakukan pemeriksaan punggung penderita.
Permasalahan yang muncul adalah
1) Perdarahan
dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga terjadi syok yang
dpat berakibat fatal
2) Fraktur
pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita dalam keadaan
tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali barulah kelainan ini
dikenali.
3) Kerusakan
jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah penderita mulai
sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
h.
Bagian
punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan penderita dengan
tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat dilakukan pemeriksaan
punggung (Tim YAGD 118, 2010). Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma, ecchymosis, ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula pada kolumna vertebra periksa adanya deformitas.
i.
Neurologis
Pemeriksaan
neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik. Peubahan dalam status
neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS. Adanya paralisis dapat
disebabakan oleh kerusakan kolumna vertebralis atau saraf perifer. Imobilisasi
penderita dengan short atau long spine board, kolar servikal, dan
alat imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur servikal.
Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk melakukan fiksasai terbatas kepada
kepala dan leher saja, sehingga penderita masih dapat bergerak dengan leher
sebagai sumbu. Jelsalah bahwa seluruh tubuh penderita memerlukan imobilisasi.
Bila ada trauma kepala, diperlukan konsultasi neurologis. Harus dipantau
tingkat kesadaran penderita, karena merupakan gambaran perlukaan intra cranial.
Bila terjadi penurunan kesadaran akibat gangguan neurologis, harus diteliti
ulang perfusi oksigenasi, dan ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada
perdarahan epidural subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli bedah syaraf
(Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang,twitching, parese, hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia ( kesukaran dalam
mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji
pula adanya vertigo dan respon
sensori
A. Focused
Assessment
Focused
assessment atau pengakajian terfokus adalah tahap pengkajian
pada area keperawatan gawat darurat yang dilakukan setelah primary survey, secondary survey, anamnesis riwayat pasien (pemeriksaan
subyektif) dan pemeriksaan obyektif (Head to toe). Di beberapa negara bagian
Australia mengembangkan focused
assessment ini dalam pelayanan di Emergency
Department, tetapi di beberapa Negara seperti USA dan beberapa Negara Eropa
tidak menggunakan istilah Focused
Assessment tetapi dengan istilah Definitive
Assessment (O’keefe et.al, 1998).
Focused
assessment untuk melengkapi data secondary assessment bisa
dilakukan sesuai masalah yang ditemukan atau tempat dimana injury ditemukan.
Yang paling banyak dilakukan dalam tahap
ini adalah beberapa pemeriksaan penunjang diagnostik atau bahkan dilakukan
pemeriksaan ulangan dengan tujuan segera dapat dilakukan tindakan definitif.
B.
Reassessment
Beberapa komponen yang perlu untuk dilakukan
pengkajian kembali (reassessment)
yang penting untuk melengkapi primary
survey pada pasien di gawat darurat
adalah :
Komponen
|
Pertimbangan
|
Airway
|
Pastikan
bahwa peralatan airway :Oro Pharyngeal
Airway, Laryngeal Mask Airway , maupun Endotracheal Tube (salah satu dari peralatan airway) tetap
efektif untuk menjamin kelancaran jalan napas. Pertimbangkan penggunaaan
peralatan dengan manfaat yang optimal dengan risiko yang minimal.
|
Breathing
|
Pastikan
oksigenasi sesuai dengan kebutuhan pasien :
·
Pemeriksaan
definitive rongga dada dengan rontgen foto thoraks, untuk meyakinkan ada
tidaknya masalah seperti Tension pneumothoraks, hematotoraks atau trauma
thoraks yang lain yang bisa mengakibatkan oksigenasi tidak adekuat
·
Penggunaan
ventilator mekanik
|
Circulation
|
Pastikan
bahwa dukungan sirkulasi menjamin perfusi jaringan khususnya organ vital
tetap terjaga, hemodinamik tetap termonitor serta menjamin tidak terjadi over
hidrasi pada saat penanganan resusitasicairan.
·
Pemasangan
cateter vena central
·
Pemeriksaan
analisa gas darah
·
Balance
cairan
·
Pemasangan
kateter urin
|
Disability
|
Setelah
pemeriksaan GCS pada primary survey, perlu didukung dengan :
·
Pemeriksaan
spesifik neurologic yang lain seperti reflex patologis, deficit neurologi,
pemeriksaan persepsi sensori dan pemeriksaan yang lainnya.
·
CT
scan kepala, atau MRI
|
Exposure
|
Konfirmasi
hasil data primary survey dengan
·
Rontgen
foto pada daerah yang mungkin dicurigai trauma atau fraktur
·
USG
abdomen atau pelvis
|
C.
Pemeriksaan
Diagnostik
Pemeriksaan lanjutan hanya dilakukan setelah
ventilasi dan hemodinamika penderita dalam keadaan stabil (Diklat RSUP Dr.
M.Djamil, 2006). Dalam melakukan secondary
survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik
seperti :
1.
Endoskopi
Pemeriksaan penunjang endoskopi bisa
dilakukan pada pasien dengan perdarahan dalam. Dengan melakukan pemeriksaan
endoskopi kita bisa mngethaui perdarahan yang terjadi organ dalam. Pemeriksaan endoskopi dapat
mendeteksi lebih dari 95% pasien dengan hemetemesis, melena atau hematemesis
melena dapat ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya. Lokasi
dan sumber perdarahan yaitu:
a. Esofagus :Varises,erosi,ulkus,tumor
b. Gaster :Erosi, ulkus, tumor, polip, angio displasia, Dilafeuy, varises
gastropati kongestif
c. Duodenum :Ulkus, erosi
Untuk
kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur varises dan perdarahan bukan karena ruptur varises
(variceal bleeding dan non variceal bleeding) (Djumhana, 2011).
2.
Bronkoskopi
Bronkoskopi
adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan intra bronkus dengan
menggunakan alat bronkoskop. Prosedur diagnostik dengan bronkoskop ini dapat
menilai lebih baik pada mukosa saluran napas normal, hiperemis atau lesi
infiltrat yang memperlihatkan mukosa yang compang-camping. Teknik ini juga
dapat menilai penyempitan atau obstruksi akibat kompresi dari luar atau massa
intrabronkial, tumor intra bronkus. Prosedur ini juga dapat menilai ada
tidaknya pembesaran kelenjar getah bening, yaitu dengan menilai karina yang
terlihat tumpul akibat pembesaran kelenjar getah bening subkarina atau intra
bronkus (Parhusip, 2004).
3.
CT Scan
CT-scan
merupakan alat pencitraan yang di pakai pada kasus-kasus emergensi seperti emboli paru, diseksi aorta, akut abdomen,
semua jenis trauma dan menentukan
tingkatan dalam stroke. Pada kasus stroke, CT-scan dapat menentukan dan
memisahkan antara jaringan otak yang
infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga untuk menilai
kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir, CT-scan dapat
mendeteksi lebih dari 90 % kasus stroke iskemik, dan menjadi baku emas
dalam diagnosis stroke (Widjaya, 2002).
Pemeriksaaan CT. scan juga dapat mendeteksi kelainan-kelainan seerti perdarahan
diotak, tumor otak, kelainan-kelainan tulang dan kelainan dirongga dada dan
rongga perur dan khususnya kelainan pembuluh darah, jantung (koroner), dan
pembuluh darah umumnya (seperti penyempitan darah dan ginjal (ishak, 2012).
4.
USG
Ultrasonografi
(USG) adalah alat diagnostik non invasif
menggunakan gelombang suara dengan
frekuensi tinggi diatas 20.000 hertz ( >20 kilohertz) untuk menghasilkan gambaran struktur organ di
dalam tubuh.Manusia dapat mendengar gelombang
suara 20-20.000 hertz .Gelombang suara antara 2,5 sampai dengan 14
kilohertz digunakan untuk diagnostik. Gelombang suara dikirim melalui suatu
alat yang disebut transducer atau probe. Obyek didalam tubuh akan memantulkan
kembali gelombang suara yang kemudian akan ditangkap oleh suatu sensor,
gelombang pantul tersebut akan direkam, dianalisis dan ditayangkan di layar.
Daerah yang tercakup tergantung dari rancangan alatnya. Ultrasonografi yang
terbaru dapat menayangkan suatu obyek
dengan gambaran tiga dimensi, empat
dimensi dan berwarna. USG bisa dilakukan pada abdomen, thorak (Lyandra,
Antariksa, Syaharudin, 2011)
5.
Radiologi
Radiologi merupakan salah satu pemeriksaan
penunjang yang dilakukan di ruang gawat
darurat. Radiologi merupakan bagian dari spectrum elektromagnetik yang
dipancarkan akibat pengeboman anoda wolfram oleh electron-elektron bebas dari
suatu katoda. Film polos dihasilkan oleh pergerakan electron-elektron tersebut
melintasi pasien dan menampilkan film radiologi. Tulang dapat menyerap sebagian
besar radiasi menyebabkan pajanan pada film paling sedikit, sehingga film yang
dihasilkan tampak berwarna putih. Udara paling sedikit menyerap radiasi,
meyebabakan pejanan pada film maksimal sehingga film nampak berwarna hitam.
Diantara kedua keadaan ekstrem ini, penyerapan jaringan sangat berbeda-beda menghasilkan
citra dalam skala abu-abu. Radiologi bermanfaat untuk dada, abdoment, sistem
tulang: trauma, tulang belakang, sendi penyakit degenerative, metabolic dan
metastatik (tumor). Pemeriksaan radiologi penggunaannya dalam membantu
diagnosis meningkat. Sebagian kegiatan seharian di departemen radiologi adalah
pemeriksaan foto toraks. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pemeriksaan ini.
Ini karena pemeriksaan ini relatif lebih cepat, lebih murah dan mudah dilakukan
berbanding pemeriksaan lain yang lebih canggih dan akurat (Ishak, 2012).
6.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Secara
umum lebih sensitive dibandingkan CT Scan. MRI juga dapat digunakan pada
kompresi spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya emboli
paru, udara bebas dalam peritoneum dan faktor. Kelemahan lainnya adalah
prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih lama, hanya sedikit sekali
rumah sakit yang memiliki, harga pemeriksaan yang sangat mahal serta tidak
dapat diapaki pada pasien yang memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu
pendengaran (Widjaya,2002).
DAFTAR PUTAKA
https://handayanilina.files.wordpress.com%2F2013%2F06%2Fpegkajian-gadar-dewasa.docDiakses
pada tanggal 17 Februari 2016 pukul 11.50
Tidak ada komentar:
Posting Komentar